Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah masih terus membahas besaran tarif untuk Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait masih melakukan penghitungan lebih lanjut untuk menetapkan besaran harga tiket KCJB.
“Tarif sedang kami dibicarakan. Masih ada waktu, karena terus terang saja ini kan untuk jangka panjang,” ujar Luhut seusai acara Peresmian Penyelesaian Pemasangan Rel KCJB di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Luhut pun memastikan tarif yang ditetapkan nantinya akan terjangkau untuk masyarakat. Dia mengatakan, pemerintah Indonesia tidak pernah mengambil keuntungan secara finansial dalam membuat saranan transportasi publik.
Adapun, tarif dari KCJB nantinya juga akan terintegrasi dengan moda-moda transportasi lainnya seperti LRT, Transjakarta, dan lainnya. Menurutnya, hal ini akan meningkatkan efisiensi dan mobilitas masyarakat pengguna transportasi umum.
Oleh karena itu, Luhut menginstruksikan kepada seluruh pemangku kepentingan terkait seperti operator moda transportasi, Pemprov DKI Jakarta, dan lainnya untuk membahas integrasi tersebut dengan optimal sehingga dapat tercipta tarif yang adil dan terjangkau.
Baca Juga
“Kalau kita buat terintegrasi, pasti lebih murah cost-nya, lebih cepat dan efisien. Makanya kita jangan kerja segmented, semua harus bekerja secara paralel dan holistik,” ujarnya.
Sebelumnya, tiket Kereta Cepat Jakarta–Bandung akan dijual Rp250.000 untuk jarak terjauh terlebih dahulu selama 3 tahun pertama. Padahal, harga normalnya adalah Rp350.000 untuk jarak terjauh, dan Rp150.000 untuk jarak terdekat.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan tarif Rp250.000 untuk 3 tahun pertama merupakan permintaan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Tujuannya, untuk menarik minat masyarakat pada periode awal pengoperasian kereta.
"Di tiga tahun pertama itu tarif Rp250.000. Tentunya, kami harapkan ini bisa menarik lagi, dan tidak ada subsidi. Jadi jual rugi selama tiga tahun," ujar Dwiyana.