Bisnis.com, JAKARTA — Momentum Ramadan dan Lebaran diperkirakan bakal mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2023, terlebih dengan dirilisnya kebijakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) oleh pemerintah.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan dampak Ramadan dan Idulfitri diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,14–0,25 point persentase (ppt). Kenaikan ini sudah termasuk meningkatnya belanja masyarakat, yang salah satunya didorong oleh THR.
“THR ditambah dengan naiknya mobilitas pasca-pencabutan PPKM akan membuat daya beli dan aktivitas belanja naik. Jadi, memang ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara musiman pada masa Ramadan dan Lebaran,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (29/3/2023).
Di sisi lain, Faisal juga menilai inflasi secara seasonal bakal menanjak saat Ramadan dan Lebaran sejalan dengan naiknya permintaan pangan dan transportasi.
Meski demikian, bulan April juga menjadi masa puncak panen. Menurutnya, hal tersebut diproyeksikan mampu menahan laju kenaikan inflasi dan setelah momentum Lebaran, inflasi diperkirakan akan menurun kembali.
“Memang pada semester pertama inflasi masih akan di atas 4 persen year-on-year [yoy], tapi di semester kedua, kami lihat inflasi akan turun ke dalam target sasaran 2–4 persen yoy. Kami lihat inflasi akhir tahun ada di 3,6 persen,” tuturnya.
Baca Juga
Faisal menilai pemerintah harus menjaga pasokan pangan, baik dari sisi produksi maupun distribusi agar inflasi pangan terjaga. Dengan demikian, daya beli masyarakat terutama untuk barang nonprimer bisa terjaga sehingga kegiatan konsumsi secara umum meningkat.
Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa sepanjang inflasi bisa dikendalikan, daya beli masyarakat tetap tangguh dan konsumsi akan terus melaju.
Selain mengendalikan inflasi, menurutnya langkah taktis yang tak kalah krusial adalah menentukan belanja strategis yang memiliki daya dorong pada perekonomian.
Apalagi, pada tahun ini belanja negara tak bisa leluasa karena terantuk oleh tuntutan defisit di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB. “Tantangan untuk mendorong ekonomi saat ini ada pada konsolidasi fiskal,” pungkasnya.