Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta mengusahakan agar pembayaran tunjangan hari raya atau THR kepada para pekerja/buruh dapat dilakukan tepat waktu, sesuai dengan arahan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah.
Dalam arahannya, Ida meminta para pengusaha untuk tidak terlambat ataupun mencicil THR kepada pekerja/buruh. Selain itu, dia juga mengimbau agar perusahaan dapat membayar THR lebih awal sebelum jatuh tempo kewajiban pembayaran THR keagamaan.
“Secara umum, kita dari pelaku usaha tetap akan memiliki komitmen untuk melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita sebagai pengusaha untuk membayarkan THR kepada para pekerja dan karyawan kita,” kata Ketua HIPPI Dki Jakarta Sarman Simanjorang kepada Bisnis, Selasa (28/3/2023).
Dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Perusahaan/Buruh di Perusahaan, pengusaha diberi waktu paling lambat 7 hari sebelum hari raya untuk membayar THR.
Sarman menyebut, pihaknya akan melakukan penyesuaian, apalagi pemerintah baru-baru ini memajukan cuti Lebaran mulai 19 April 2023, dari sebelumnya 21 April 2023.
“Mau tidak mau pengusaha juga akan kembali mengatur teknisnya sehingga kita harapkan bahwa pembayaran THR ini bisa dilakukan tepat waktu. Itu satu,” ujarnya.
Baca Juga
Namun, kemungkinan ada sebagian kecil pengusaha yang belum bisa membayar THR 100 persen, utamanya sektor-sektor tertentu, seperti industri padat karya atau sektor yang berorientasi ekspor. Pasalnya, industri ini cukup terpukul sebagai imbas dari kondisi ekonomi global, apalagi mereka sangat tergantung terhadap permintaan buyer dari luar negeri.
Adapun, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Dalam regulasi itu, perusahaan diberikan keringanan untuk membayar 75 persen gaji.
“Ya, ini akibat daripada turunnya omzet dan permintaan dari buyer mereka sehingga kita melihat bahwa dari sisi cash flow-nya, itu pasti akan terganggu dalam hal ini,” ungkapnya.
Jika dalam pelaksanaannya terdapat perusahaan yang belum mampu membayarkan THR secara penuh, dia berharap negosiasi dapat berjalan dengan baik dan bijak antara perusahaan dan asosiasi pekerja sehingga tidak mengganggu hubungan industrial.
“Secara prinsip pengusaha akan dapat melaksanakannya walaupun sebagian kecil ada yang mungkin perlu suatu kesepakatan karena mereka sangat-sangat tergantung dari pada buyer dari luar negeri,” pungkasnya.