Bisnis.com, JAKARTA – Perry Warjiyo telah menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit & proper test di Komisi XI DPR RI pada hari ini, Senin (20/3/2023) sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) periode kedua.
Perry, yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, merupakan calon tunggal yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali menduduki kursi orang nomor satu di bank sentral.
Dia mengatakan dirinya bersama para pimpinan dan anggota komisi XI DPR RI baru saja menjalankan tahapan fit and proper test sebagai calon Gubernur BI periode 2023-2028.
"Sesuai surpres [surat presiden] yang sudah disampaikan ke DPR Komisi XI, Alhamdulillah, pimpinan dan seluruh anggota Komisi XI DPR secara aklamasi menyetujui surpres dan kemudian agara saya menjadi Gubernur BI untuk periode 2023-2028," ujar Perry usai menjalani fit and proper test di komples DPR RI, Senin (20/3/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Perry juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah memberikan kepercayaan untuk kembali memimpin Bank Indonesia.
"Terima kasih ke Pak Presiden yang memberikan kepercayaan kepada saya untuk 5 tahun dan 5 tahun yang akan datang," imbuhnya.
Baca Juga
Dengan demikian, Perry akan mencetak sejarah sebagai Gubernur BI pertama yang memegang jabatan selama 10 tahun atau dua periode pasca reformasi.
Sebelumnya, sejumlah nama sempat meramaikan bursa calon Gubernur BI, diantaranya Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Pada detik-detik terakhir, Presiden Jokowi akhirnya memutuskan untuk memilih Perry Warjiyo untuk menjabat sebagai Gubernur BI. Jokowi menjelaskan bahwa dia memilih kembali nama Perry untuk melanjutkan periode keduanya sebagai Gubernur BI atas pertimbangan yang matang.
Salah satunya, terkait kondisi ekonomi global yang tidak kondusif.
“Karena gini, jadi dalam situasi kegentingan global seperti ini kita tidak ingin mengambil resiko fiskal moneter itu menjadi sangat-sangat penting dan kita harus menempatkan orang-orang yang memiliki jam terbang yang tinggi memiliki pengalaman yang tinggi untuk berada di posisi itu,” pungkas Jokowi.
Tantangan untuk Perry Warjiyo
Jabatan Perry sebagai Gubernur BI periode 2018-2023 sendiri akan berakhir pada Mei 2023. Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa terdapat sejumlah tantangan berat bagi Gubernur BI periode mendatang, apalagi situasi ketidakpastian global masih belum mereda.
Pertama, yaitu bersama dengan pemerintah mempercepat pengaturan terkait devisa hasil ekspor (DHE) SDA yang wajib disimpan di dalam negeri. Menurutnya hal tersebut sangat mendesak dan timing-nya bisa terlewat seiring dengan surplus perdagangan yang disumbang SDA diperkirakan menurun pada tahun ini.
“Jadi mumpung ada DHE yang potensial, BI harus tegas dorong pemberlakuan wajib DHE disimpan minimal 3 hingga 6 bulan,” katanya kepada Bisnis, Minggu (19/3/2023).
Kedua, yaitu meningkatkan keamanan pembayaran digital, terutama yang berkaitan dengan perbankan, maupun teknologi finansial (tekfin).
Ketiga, bersama dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melakukan mitigasi risiko atas gelombang gagal bayar perbankan di luar negeri terhadap perbankan domestik.
“Perlu ada pengaturan yang lebih ketat juga soal kepemilikan saham bank di modal ventura, dan perusahaan startup digital,” jelas Bhima.
Keempat, mendorong kerjasama regional baik dalam bentuk pemanfaatan local currency settlement (LCS) dan pembayaran regional, seperti QRIS, sehingga dapat menurunkan ketergantungan pada dolar AS dan memberikan ruang bagi UMKM untuk berkontribusi di dalam ekosistem digital kawasan.
Kelima, menjaga peredaran uang sehingga tidak menambah tekanan pada inflasi, terutama setelah praktik burden sharing antara B dan pemerintah saat pandemi.
“Dalam rangka pengendalian inflasi, BI juga dituntut memaksimalkan peran TPID [Tim Pengendalian inflasi Daerah] dan koordinasi antar kepala daerah,” tutur Bhima.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa stabilisasi nilai tukar rupiah dan menjaga independensi bank sentral akan menjadi tantangan berat bagi calon Gubernur BI yang baru.
Tauhid mengatakan tantangan pertama adalah menyeimbangkan serbuan terhadap nilai tukar, seiring dengan masih terjadinya aliran modal keluar atau outflow dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia, menyusul kebijakan Federal Reserve (The) Fed yang masih agresif dalam menaikkan suku bunga.
“The Fed dengan situasi saat ini inflasinya belum begitu baik, sehingga tugas BI menjadi berat. Selain itu, devisa yang keluar cukup banyak dan sebagainya,” kata dia.
Tantangan kedua menurut Tauhid yaitu mendorong efektivitas instrumen kebijakan DHE. Pasalnya, menurut Tauhid, peran BI masih belum kuat sehingga masih banyak DHE yang diparkir di luar negeri.
Ketiga, BI harus bisa tegas dalam menjaga independensi bank sentral, karena skema pembagian beban atau burden sharing dengan pemerintah masih bisa dilakukan berdasarkan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
“Tampaknya BI suatu saat dapat diharuskan burden sharing ketika pemerintah butuh uang banyak. [Semisal] ketika di pasar obligasi negara yang beli sedikit, ya BI disuruh beli. Itu problem yang menjadi tantangan,” kata Tauhid.