Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) RI, Luhut Binsar Pandjaitan optimistis Indonesia bakal menjadi produsen baterai litium pada 2025.
Dia mengatakan, dalam dua atau tiga tahun berselang Indonesia juga akan menjadi pemain utama dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik.
"Di depan para top business leaders Indonesia dan juga Asia yang hadir, saya sampaikan bahwa pada tahun 2025, kami akan mampu memproduksi baterai lithium sendiri. Sehingga kita akan menjadi produsen baterai lithium terbesar ketiga di dunia pada tahun 2027 atau 2028 nanti," tulisnya dalam akun @luhut.pandjaitan, Sabtu (18/3/2023).
Ucapannya itu didasari data yang menunjukkan Indonesia mempunyai investasi senilai US$31,9 miliar atau Rp490 triliun (kurs Rp15.374). Gelontoran dana itu akan digunakan untuk pengembangan rantai pasok industri baterai hingga 2026.
Tak hanya itu, kata Luhut, Indonesia juga berhasil menarik investasi asing tahun lalu sebesar Rp45,6 miliar atau sekitar Rp710 triliun pada tahun lalu, jumlah tersebut juga diklaim sebagai rekor tertinggi sejak tahun 2000.
"Ditambah lagi nilai ekspor industri nikel kami mencapai US$33,8miliar pada tahun 2022, di mana US$ 14,3 miliar dihasilkan dari ekspor besi dan baja. Keberhasilan ini terwujud karena keteguhan Presiden @jokowi untuk tetap melanjutkan kebijakan hilirisasi industri dalam mengolah "raw material" di dalam negeri untuk nilai tambah yang lebih tinggi,"tambahnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Luhut menyampaikan pencapaian tersebut kepada lembaga keuangan internasional atau IMF untuk membuktikan bahwa Indonesia saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Singkatnya, Indonesia sudah menumbuhkan kemandirian yang cukup pesat.
Mulai dari yang tadinya hanya mengekspor bahan mentah seperti bijih nikel, namun kini Indonesia sudah bisa mengekspor besi dan baja. Nantinya, disusul oleh bahan tambang lain seperti timah, bauksit, tembaga, dan lainnya.
"Perubahan besar ini harus dilihat oleh negara-negara maju. This is their problem. Selalu melihat negara berkembang seperti Indonesia adalah negara yang mereka tahu dua puluh atau lima belas tahun yang lalu. Dengan memberlakukan larangan ekspor nikel, kita mempunyai kekuatan untuk menghasilkan energi hijau yang sudah kita cita-citakan sejak lama," pungkasnya.