Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Rafael Alun hingga Eko Darmanto, Pelayan Publik yang Terseret Pusaran Flexing

Sederet pejabat Kemenkeu terseret pusaran flexing kekayaan yang menyebabkan turunnya kepercayaan publik.
Dionisio Damara
Dionisio Damara - Bisnis.com 02 Maret 2023  |  20:07 WIB
Rafael Alun hingga Eko Darmanto, Pelayan Publik yang Terseret Pusaran Flexing
Mario Dandy Satrio berpose di depan Jeep Rubicon. - Instagram @_broden

Bisnis.com, JAKARTA – Seberapa sering kita pamer atau flexing di media sosial? Entah memamerkan kekayaan, seperti barang-barang bermerek, atau bahkan pencapaian karir? 

Pada 1899, seorang ekonom sekaligus sosiolog asal Amerika Serikat, Thorstein Veblen, menuangkan pemikirannya terkait cara manusia meningkatkan status sosial melalui pola konsumsi, yang didorong oleh keinginan untuk memperlihatkan kekuasaan dan posisinya. 

Pemikiran Veblen tertuang dalam buku ‘The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions’. Teori itu kian relevan dengan kondisi sekarang, ketika media sosial muncul sebagai wadah yang mampu mengamplifikasi status seseorang dari unggahannya.

Pertanyaannya, seberapa banyak orang saat ini berlomba-lomba mendapatkan iPhone terbaru, mobil mewah edisi terbatas, atau pakaian trendi keluaran teranyar, yang kemudian dipamerkan – dengan sengaja atau tidak – di media sosial?

Itu pula yang terjadi pada kasus Mario Dandy dan Eko Darmanto. Sebagai anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan kekayaan Rp56,1 miliar, Mario kerap memamerkan kekayaan di media sosial, mulai dari menunggangi Harley-Davidson hingga Jeep Rubicon. 

Begitu pun dengan Eko Darmanto. Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta ini juga kerap memamerkan koleksi motor gede atau moge hingga mobil antiknya di media sosial. 

Keinginan Mario dan Eko untuk flexing kekayaan di media sosial bisa dikatakan sebagai upaya mendapatkan pengakuan status dari sekitar. Sebuah manifestasi yang gagal diselamatkan oleh asas kepantasan dan kepatutan keluarga ataupun pelayan publik. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah patut dan selayaknya mengedepankan etika. Hal ini, katanya, bukan sesuatu yang berlebihan karena kepercayaan masyarakat bertalian erat dengan tingkah dan gaya hidup pejabat publik.

“Jadi, meskipun itu dapatnya dari uang halal, dapat beli dari gaji, dan ‘bu saya kepingin rileks’. Ya sudahlah, rileksnya sekarang tidak usah naik motor gede, jalan kaki saja sama saya muter-muter di Senayan itu sehat,” ujarnya dalam satu diskusi publik, Selasa (28/2/2023).

Halaman:
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

Rafael Alun Trisambodo kemenkeu pejabat publik djp DJBC kekayaan
Editor : Aprianto Cahyo Nugroho

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top