Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan sekitar 20 juta produksi bijih bauksit akan terdampak larangan ekspor Juni 2023 mendatang.
Proyeksi itu berasal dari realisasi produksi bijih bauksit sepanjang 2022 yang sempat mencapai di angka 27,7 juta ton. Sementara kapasitas pengilangan atau refining bijih bauksit domestik baru mencapai di level 7,8 juta ton saat itu. Sisanya, bijih bauksit sekitar 20 juta ton mesti diekspor.
“Yang mungkin terdampak yang ini nih, yang 20 juta ton kecuali ada pengembangan dia diserap oleh domestik,” kata Koordinator Pokja Rencana Induk Komoditas Minerba (GSKM) Dedy Supriyanto saat acara Mining for Journalist, Sabtu (25/2/2023).
Sementara dari hasil pengilangan 7,8 juta ton bijih bauksit itu belakangan memproduksi 3,9 juta ton alumina. Kendati demikian, produksi alumina itu hanya terserap sekitar 500.000 ton untuk diolah lebih lanjut menjadi aluminium di level 250.000 ton.
Dia menuturkan serapan yang masih belum optimal di sisi alumina itu disebabkan karena kapasitas lanjutan untuk menjadi aluminium belum masif di Indonesia. Kendati demikian, dia memastikan, alumina masih diizinkan untuk diekspor saat ini.
“Konsumsi aluminium ingot kita di Indonesia ini sekitar 1 juta ton, kita produksinya baru 250.000 ton, kita impor 750.000 ton,” kata dia.
Baca Juga
Berdasarkan data milik Kementerian ESDM hingga 29 Desember 2022, terdapat empat smelter tersedia dengan kapasitas input 13,88 juta ton bauksit dengan kapasitas produksi alumina sebesar 4,3 juta ton.
Keempat smelter itu di antaranya PT Indonesia Chemical Alumina, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, ekspansi PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina Indonesia.
Sementara, terdapat 8 smelter yang masih dalam tahap pembangunan dengan kapasitas input 27,41 juta ton dan kapasitas produksi alumina sebesar 9,88 juta ton. Dengan demikian, total kapasitas input mendatang diharapkan dapat mencapai 41,29 juta ton dan kapasitas produksi alumina sebesar 14,28 juta ton.
Kedelapan smelter itu di antaranya dimiliki oleh PT Dinamika Sejahtera Mandiri dengan kemajuan proyek 58,55 persen, PT Persada Pratama Cemerlang (52,61 persen), PT Sumber Bumi Marau (50,05 persen), PT Quality Sukses Sejahtera (57,20 persen), PT Parenggean Makmur Sejahtera (58,13 persen), PT Kalbar Bumi Perkasa (37,25 persen), PT Laman Mining (32,39 persen) dan PT Borneo Alumina Indonesia (23,67 persen).
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mendorong pemerintah untuk berinvestasi lebih intensif pada pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih bauksit menjelang moratorium ekspor bahan baku aluminium itu pada Juni 2023 mendatang.