Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan IV/2022 mengalami penurunan 4,54 persen secara tahunan.
Berdasarkan hasil survei BI, penurunan penjualan properti residensial di triwulan IV/2022 ini lebih rendah dibandingkan dengan penurunan pada triwulan III/2022 yaitu sebesar 13,58 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono mengatakan, berdasarkan survei pada sejumlah responden, terdapat 5 faktor yang menyebabkan penjualan properti residensial masih lesu hingga kuartal IV/2022.
Faktor pertama, yaitu kenaikan harga bahan bangunan dengan persentase 24,63 persen. Kemudian, masalah perizinan atau birokrasi (14,41 persen).
"Selanjutnya, suku bunga KPR (15,27 persen), proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (12,01 persen), dan perpajakan (8,83 persen)," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (17/2/2023).
Adapun, penjualan pada triwulan IV/2022 yang melambat terutama disebabkan oleh penurunan penjualan tipe rumah menengah yang terkontraksi sebesar 18,88 persen (yoy). Sementara, penjualan rumah kecil tercatat turun dari 30,77 menjadi 14,44 persen.
Sementara itu, penjualan rumah besar tercatat tumbuh melambat sebesar 17,28 persen (yoy) lebih rendah dari 19,73 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Di sisi lain, terjadi peningkatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan IV/2023 yang meningkat sebesar 2 persen (yoy) dari triwulan sebelumnya 1,94 persen yoy.
Peningkatan tertinggi terjadi pada jenis rumah tipe menengah dengan kenaikan sebesar 3,22 persen yoy, angka tersebut lebih tinggi dari 2,92 persen yoy.
Lebih lanjut, harga tipe rumah kecil juga meningkat sebesar 2,08 persen (yoy) lebih tinggi dari 1,96 persen (yoy) pada triwulan III 2022, sedangkan harga tipe besar tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,43 persen (yoy), sedikit melambat dibandingkan kenaikan harga triwulan sebelumnya 1,48 persen (yoy).
"Secara spasial, akselerasi kenaikan indeks harga tertinggi pada triwulan IV 2022 terjadi di Kota Balikpapan, Batam, dan Palembang," ujar Erwin.
Pada triwulan IV/2022, pembiayaan non-perbankan masih menjadi sumber pembiayaan utama pembangunan properti residensial oleh pengembang. Hal ini terindikasi dari hasil survei yang menunjukkan 72,51 persen total kebutuhan modal pembangunan bersumber dari dana internal.
Sementara itu, dari sisi konsumen, skema pembiayaan KPR masih menjadi pilihan responden dalam melakukan pembelian rumah primer dengan pangsa sebesar 75,03 persen dari total pembiayaan, diikuti oleh tunai bertahap 18,22 persen dan secara tunai 6,76 persen.
Pertumbuhan total nilai kredit KPR dan KPA secara triwulanan tercatat sebesar 7,79 persen (yoy), sedikit meningkat dibanding 7,73 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penyaluran KPR dan KPA secara triwulanan tercatat sebesar 2,77 persen (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,27 persen (yoy).
Sementara itu, pencairan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada triwulan IV 2022 tercatat sebesar Rp8,033 triliun atau meningkat 250,93 persen (yoy), kembali tumbuh positif dari terkontraksi sebesar 10,02 persen pada triwulan sebelumnya.