Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berharap dapat menghimpun pendanaan murah dari kemitraan Just Energy Transition Partnership atau JETP untuk menopang transisi energi di dalam negeri mendatang.
Lewat pakta iklim Amerika Serikat dan Jepang bersama rekanan lainnya, Indonesia dipastikan mengamankan pendanaan awal dari JETP sebesar US$20 miliar atau setara dengan Rp310,7 triliun, asumsi kurs Rp15.535. Pendanaan publik dan swasta itu dialokasikan untuk periode 3 tahun hingga 5 tahun mendatang.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi berharap bunga yang muncul dari sebagian pinjaman yang diberikan JETP dapat ditekan di sekitaran level 3 persen. Dengan demikian, kata Evy, program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) serta investasi pada pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang mengiringinnya tidak membebani ongkos pengembang nantinya.
“Di sekitar 3 persen ya bunganya,” kata Evy saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Di sisi lain, Evy menerangkan, sejumlah PLTU memiliki nilai keekonomian yang bervariasi untuk dapat dipadamkan lebih awal dari kontrak yang telah dimiliki. Besaran bunga yang diberikan JETP itu akan ikut memengaruhi kelayakan investasi untuk pensiun dini PLTU tersebut mendatang.
“Kalau memungkinkan kita dapat pendanaan dari [JETP] ini karena kan kuncinya itu bisa jalan kita dapat pendanaan murah, kalau tidak ini masih ada challenge,” tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memulai negosiasi serta perumusan rencana investasi komprehensif atau comprehensive investment plan (CIP) terkait dengan tindaklanjut komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) dari sejumlah negara dan lembaga pendonor.
Perumusan CIP itu ditandai dengan peluncuran Kantor Sekretariat JETP, yang berlokasi di gedung Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM, sebagai wadah komunikasi antara pemerintah dengan pihak pendonor.
“Hari ini kita resmikan kantornya sehingga kita mulai kick-off program dari JETP tersebut yang didukung oleh beberapa pihak serta perbankan internasional,” kata Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Secara garis besar, kata Dadan, pembahasan rencana investasi itu bakal berfokus pada konsen pengembangan kapasitas terpasang pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Sekarang kita sudah punya RUPTL itu 20,9 GW kalau untuk EBT, kita sudah punya list untuk kandidat pensiun PLTU batu bara, nanti di dalam CIP itu akan bernegosiasi di situ,” kata dia. Skema pendanaan JETP terdiri senilai US$10 miliar berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.