Bisnis.com, JAKARTA - Kuasa Hukum Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya, Susilo Aribowo, membantah tudingan adanya aliran dana Indosurya ke 23 perusahaan cangkang.
Dia menyampaikan, 23 perusahaan tersebut benar-benar ada, bukan perusahaan cangkang atau perusahaan fiktif seperti yang disebut-sebut beberapa waktu belakangan ini.
“Mungkin perlu diluruskan bahwa perusahaan cangkang ini sebetulnya perusahaan itu ada, bukan cangkang. Setahu saya mungkin 23 perusahaan ini bukan perusahaan cangkang tetapi perusahaan yang berafiliasi,” kata Susilo dalam media press briefing Indosurya di Jakarta Selatan, Jumat (17/2/2023).
Pernyataan tersebut juga ditegaskan kembali oleh Waldus Situmorang, salah satu kuasa hukum KSP Indosurya. Waldus menjelaskan, perusahaan yang dimaksud merupakan perusahaan afiliasi.
“Seperti dikatakan beliau [Susilo] tadi perusahaan berafiliasi, karena wujud perusahan ada, pinjam meminjam juga terjadi, pengembalian juga terjadi, meskipun belum sepenuhnya,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan Indosurya memang melakukan tindakan pencucian uang, berdasarkan hasil analisis PPATK.
Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan, dana nasabah digunakan dan ditransaksikan ke perusahaan yang terafiliasi dengan Indosurya.
“Itu angkanya memang luar biasa besar. Kita menemukan dari satu bank saja ada itu 40.000 nasabah, dari satu bank saja. Dia punya sekian puluh bank atau sekian belas bank," jelasnya.
Ivan juga menyebut, aliran dana Indosurya juga mengalir ke luar negeri. Indosurya, lanjutnya, menggunakan skema Ponzi yaitu hanya menunggu masuknya modal baru kemudian dialirkan ke perusahaan terafiliasi.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Nurizka Puteri Jaya, menyoroti kasus KSP Indosurya yang merugikan nasabah hingga Rp106 triliun.
Rizka kemudian menanyakan apakah PPATK sudah mendeteksi lebih awal terkait transaksi mencurigakan Indosurya dan upaya preventif mereka dalam kasus Indosurya.
“Karena memang menyebabkan kekecewaan yang begitu besar oleh nasabah yang menjadi korbannya,” ujar Rizka dalam rapat kerja dengan PPATK.