Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahlil Blak-blakan Soal Larangan Ekspor Emas oleh Jokowi

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia buka suara soal rencana larangan ekspor emas oleh Presiden Jokowi.
Ilustrasi emas batangan/ Bloomberg.
Ilustrasi emas batangan/ Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka suara soal rencana pelarangan ekspor emas yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Dia mengatakan larangan ekspor emas sudah sejalan dengan moratorium ekspor komoditas mineral lainnya, seperti nikel, bauksit, tembaga, dan timah.

Bahlil mencontohkan PT Freeport Indonesia (PTFI), misalnya, yang saat ini tengah membangun smelter konsentrat tembaga di Gresik, Jawa Timur. Dia menyatakan bahwa hilirisasi yang mencakup tembaga dan emas akan dilakukan di smelter tersebut. 

"Jadi konsentrat itu dipisahkan langsung, berapa emasnya, berapa tembaganya, atau berapa turunan lainnya," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Investasi/BKPM di Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Bahlil menyatakan belum mengetahui detail teknis pelarangan tersebut. Namun, dia memastikan bahwa pemurnian konsentrat emas harus dilakukan di dalam negeri. 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan bakal melarang ekspor emas. Hal ini disebabkan kondisi Indonesia yang hanya menyimpan sedikit emas sebagai cadangan devisa negara.

Sementara itu, dari kaca mata pelaku industri, moratorium ekspor emas perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan secara matang. 

Direktur Investor Relation Hartadinata Abadi (HRTA) Thendra Crisnanda mengatakan saat ini pelaku pasar masih akan mencermati dan menunggu detail kebijakan pelarangan ekspor emas tersebut.

“Jadi pelaku pasar masih menunggu apa saja yang tidak boleh diekspor, apakah bijih emasnya atau apa? Itu yang kita tunggu. Karena ada implikasi negatif yang harus menjadi pertimbangan dari sisi pemerintah,” tuturnya. 

Data World Gold Council menyebutkan bahwa tingkat produksi tambang emas di Indonesia tahun 2021 mencapai 117,5 ton, dengan tingkat permintaan pada 2022 mencapai 49 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper