Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pabrikan baterai hingga kendaraan listrik global masih mengkaji potensi pasar yang bisa dioptimalkan untuk berinvestasi di Indonesia.
Sikap investor itu mencuat setelah manuver sebagian besar negara yang menerapkan kebijakan dagang protektif untuk produk domestik mereka.
Deputi Promosi Penanaman Modal BKPM/Kementerian Investasi, Nurul Ichwan, menuturkan sejumlah investor yang berminat untuk berinvestasi di sisi penghiliran bijih nikel menuju baterai listrik berkonsentrasi pada hitung-hitungan pasar yang bisa diambil lewat investasi di Indonesia.
Nurul mengatakan saat ini sebagian besar investor potensial itu menyoroti ihwal implementasi US Inflation Reduction Act atau IRA dari Amerika Serikat yang berupaya untuk menjaga pasar domestik negara tersebut. Di sisi lain, sebagian negara ikut bereaksi untuk mengeluarkan kebijakan dagang serupa di pasar mereka.
“Sekarang ini kan sayangnya market tidak berkembang secara natural tapi ada persaingan ekonomi, politik, banyak negara yang merespons itu dengan kebijakan-kebijakan yang lebih protektif,” kata Nurul saat dihubungi, Rabu (15/2/2022).
Nurul menuturkan belakangan sejumlah pabrikan baterai dan kendaraan listrik dari Jerman, Inggris, Taiwan, China hingga Amerika Serikat sudah yakin untuk berinvestasi pada ekosistem kendaraan setrum di Indonesia.
Keyakinan itu bertumpu pada potensi cadangan bijih nikel serta mineral logam lainnya seperti aluminium hingga tembaga yang diperlukan pada ekosistem kendaraan listrik mendatang.
Hanya saja, dia mengungkapkan sejumlah pabrikan baterai dan kendaraan listrik itu masih menunggu posisi perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) yang dimiliki Indonesia dengan sejumlah negara pasar potensial lainnya.
“Kalau investor membidik pasar Amerika Serikat, mereka bertanya apakah Indonesia punya FTA dengan Amerika, kalau belum, masih dalam penjajakan, mereka akan tunggu,” ujarnya.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (6/12/2022), Uni Eropa (UE) menganggap Undang-Undang (UU) penurunan inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) telah menyebabkan kekhawatiran di Eropa karena memberikan subsidi yang tidak adil kepada produsen AS dan mengancam akan merusak hubungan trans atlantik.
Kekhawatiran ini sempat mereda selama kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan Presiden AS Joe Biden pekan lalu.
Pejabat AS melanjutkan diskusi dengan perwakilan Komisi Eropa pada pertemuan Dewan Perdagangan dan Teknologi di College Park, Maryland, Washington.
Menteri Luar Negeri, Antony Blinken, mengatakan AS mendengar keprihatinan dari negara-negara Eropa terkait aspek-aspek tertentu dari UU tersebut. Pihaknya kemudian membentuk satuan tugas dengan UE.
"Kami terus memberikan momentum untuk percakapan itu dan mengatasi perbedaan, seperti yang dikatakan Presiden Biden," ujar Antony.