Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Guyur Subsidi dan Kompensasi Energi Rp341 Triliun, Ini Rinciannya!

Menkeu Sri Mulyani menganggarkan subsidi dan kompensasi energi Rp341 triliun pada tahun ini.
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020. istimewa
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020. istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah menganggarkan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp341 triliun pada APBN 2023. 

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, terdapat anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp341 triliun. 

Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kemenkeu Wahyu Utomo memaparkan rincian anggaran yang akan digunakan sebagai shock absorber sepanjang 2023, khususnya untuk bahan bakar minyak (BBM). 

“Ada [anggaran] ketahanan energi yang mencapai Rp341 triliun, salah satunya untuk menjaga stabilitas harga energi,” ungkapnya dalam Diskusi Publik Indef: Urgensi Reformasi Subsidi Energi secara daring, Selasa (14/2/2023). 

Secara rinci, APBN 2023 mendukung ketahanan energi sebanyak Rp341,3 triliun yang terbagi untuk subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp339,6 triliun, dan lainnya sebesar Rp1,7 triliun. 

Anggaran subsidi untuk energi berupa BBM dan LPG pada 2023 mencapai Rp139,4 triliun, sementara untuk subsidi listrik sebesar Rp72,6 triliun. Sementara itu, anggaran untuk kompensasi energi, Kemenkeu telah mengalokasikan sejumlah Rp127,6 triliun. 

“Pada 2023 sekitar Rp339,6 [triliun], semoga subsidi ini tepat sasaran dan menjadi instrumen yang penting menjaga stabilitas harga, mengendalikan inflasi, sekaligus menjaga daya beli masyarakat dari risiko kemunduran sosial,” paparnya. 

Melihat reallisasi ketahanan energi pada 2022, Wahyu menyampaikan memang melonjak tinggi hingga Rp551 triliun. 

Dirinya tidak memungkiri bahwa memang pada kenyataannya subsidi belum sepenuhnya tepat sasaran dan efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Terlihat dari penerima subsidi solar, hanya tiga  persen orang miskin yang menerima manfaat, sementara 26 persen dirasakan oleh orang kaya. 

Hanya subsidi listrik golongan rumah tangga, jelas Wahyu, yang bersifat lebih progresif atau tepat sasaran. 

“Ini yang perlu kami dorong ke depan agar subsidi lebih tepat sasaran. Dalam melakukan reformasi subdisi, tetap kami mempetimbangkan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat sehingga perlu mencari momentum yang tepat,” jelasnya.

Di satu sisi, harga energi yang bergantung pada harga global sangat fluktuatif dan berpengaruh terhadap harga di dalam negeri, seperti halnya terjadi pada 2022. 

Dalam mengatasi ketidakpastian tersebut, pemerintah tetap menempatkan APBN sebagai shock absosrber dan instrumen dalam menjaga momentum tranformasi ekonomi tetap berjalan. 

APBN juga disiapkan mitigasi yang lebih solid, salah satunya menyiapkan buffer yang ada. Pemerintah juga sekaligus menyiapkan  berbagai fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal sehingga diharapkan APBN memiliki daya redam yang efektif untuk mengantisipasi ketidakpastian harga komoditas, termasuk energi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper