Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mengajukan sejumlah kriteria kendaraan yang bakal dibatasi aksesnya untuk membeli bahan bakar bersubsidi (BBM) Solar dan Pertalite.
Usulan itu menjadi bagian dari revisi lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang sudah dibahas sejak pertengahan tahun lalu.
“Dari segi JBKP [Pertalite] itu ada pembatasan, pertama untuk motor semuanya, kecuali motor yang ada di atas 150 CC,” kata Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim saat diskusi daring Indef, Selasa (14/2/2023).
Selain itu, Abdul menambahkan, lembagannya juga menawarkan seluruh kendaraan roda empat dilarang untuk membeli bensin dengan nilai oktan (RON) 90 tersebut. Kendati demikian, masih ada opsi kedua dengan menetapkan kubikasi mesin maksimal 1.400 cc.
“Mobil pelat hitam ada dua skenario, seluruh mobil pelat hitam akan dilarang, atau opsi dua mobil dengan cc maksimum 1.400 cc,” kata dia.
Di sisi lain, dia menambahkan, pembelian JBT Solar juga akan dibatasi secara ketat. Misalkan, dia mengatakan, pembatasan bakal diterapkan untuk kendaraan perorangan pelat hitam kategori pikap roda empat. Pembatasan itu dikecualikan untuk pikap double cabin.
Baca Juga
“Kemudian angkutan umum pelat kuning, karena kan semuanya bebas pantas itu untuk JBT kita ajukan,” tuturnya.
Sementara itu, dia menegaskan, pemberian subsidi bakal tetap dilakukan pada transportasi khusus penumpang dan angkutan barang kebutuhan pokok. Hanya saja, subsidi untuk pengangkutan batu bara tidak lagi diberikan lewat revisi Perpres tersebut.
“Namun, saat 2023 revisi yang kami ajukan mereka itu tidak berhak mendapatkan subsidi, dari segi yang JBT,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) khawatir mandeknya pembahasan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM bakal membuat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali luber tahun ini.
Adapun, usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan tahun lalu. Hanya saja hingga hari ini, Selasa (14/2/2023), Kementerian ESDM belum kunjung mendapat persetujuan izin prakarsa dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
“Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014 akan berpotensi terjadinya over kuota JBT Solar dan JBKP Pertalite,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Selasa (14/2/2023).
Menurut Tutuka, pertumbuhan konsumsi dua BBM bersubsidi itu relatif tinggi di kisaran 5 persen hingga 10 persen jika dibandingkan dengan torehan tahun lalu.
Berdasarkan catatan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) hingga 12 Februari 2023, realisasi penyaluran JBT Solar sudah mencapai 1,71 juta KL atau sekitar 10 persen dari total kuota yang diberikan tahun ini sebesar 17,50 juta KL.
Sementara realisasi penyaluran JBKP Pertalite sudah mencapai 3,44 juta KL atau 11 persen dari keseluruhan kuota tahun ini yang ditetapkan di level 32,56 juta KL.
“Potensi over kuota kan ya yang kita lihat jadi pertumbuhan pemakaian, kita bicara dari bulan ke bulan naiknya berapa konsumsi,” kata Tutuka.