Bisnis.com, JAKARTA -- Mayoritas anak muda Indonesia memilih menjadi pebisnis dan investor sebagai memperoleh penghasilan dan penghidupan. Sejalan dengan itu, anak muda Indonesia juga menyadari pentingnya peningkatan kompetensi guna memenangkan persaingan.
Mayoritas anak muda Indonesia yang memilih jadi pebisnis dan investor ini terungkap dalam survei Kolaborasi.com bertajuk "Menyiapkan dan Merayakan Bonus Demografi di Indonesia." Survei ini digelar pada 10 Januari hingga 9 Februari 2023.
Manajer Riset Kolaborasi.com, Sahli Hamzah mengatakan melalui survei ini diperoleh hipotesis awal bahwa telah terjadi pergeseran paradigma serta perspektif mengenai cara memperoleh penghasilan dan penghidupan di kalangan anak muda Indonesia.
Dari perspektif golongan terdahulu yang cenderung memilih opsi konservatif dengan memilih pegawai negeri sipil sebagai profesi, kata Sahli, kini anak muda Indonesia memilih untuk lebih moderat dengan menjadi pengusaha, atau pebisnis dan investor.
"Pekerjaan rumah bersama saat ini ialah bagaimana melakukan pemerataan akses informasi, literasi, serta kesempatan berusaha dan berkarya kepada anak muda hingga ke daerah karena mereka sudah menyadari menjadi bagian dari Bonus Demografi," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (14/2/2023).
Seperti diketahui, Indonesia tengah mengalami bonus demografi atau fenomena di mana jumlah penduduk usia produktif mendominasi dari jumlah penduduk usia tidak produktif.
Baca Juga
Bonus demografi ini dapat menjadi katalisator positif terhadap perekonomian Indonesia, yang saat ini berada di urutan ke-16 dari 20 negara (G20), dengan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp 19.588, 4 triliun pada tahun 2022.
Survei Kolaborasi.com menemukan bahwa pilihan anak muda untuk menjadi investor, memperoleh atensi responden pada angka 16,3 persen; pegawai negeri sipil (PNS) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebanyak 13,5 persen; guru atau dosen mencapai 7,3 persen; dan pegawai swasta sebanyak 4,8 persen.
Untuk pengembangan diri, mayoritas responden mengungkapkan bahwa mereka menginginkan adanya asupan informasi dan literasi dalam hal berbisnis sebanyak 36,3 persen; teknologi sebanyak 24,0 persen; investasi sekitar 20,4 persen; pemasaran digital mencapai 14,0 persen; dan desain grafis berkisar 5,3 persen.
Sahli melanjutkan, hasil survei Kolaborasi.com juga menunjukkan adanya kesadaran responden yang notabene anak muda mengenai pentingnya peningkatan kemampuan baik itu hard skill maupun soft skill, demi menunjang pilihannya sebagai pebisnis dalam berkompetisi.
Tak hanya itu, mayoritas responden dari survei juga meyakini bahwa dengan mayoritas penduduk usia produktif dapat membawa Indonesia untuk mampu bersaing dalam bidang ekonomi, pendidikan serta budaya dan olahraga dengan negara lain di dunia.
Optimisme itu nampak dari mereka yang menjawab sangat setuju mencapai 18,5 persen; jawaban setuju sebanyak 61,8 persen; netral sekitar 13,0 persen; kurang setuju berkisar 5,5 persen; dan yang menjawab sangat tidak setuju pada angka 1,3 persen.
"Dari sini kita juga melihat adanya optimisme dari anak muda terkait potensi dari fenomena Bonus Demografi. Meski kita juga tidak dapat menutup mata bahwa fenomena ini juga memiliki tantangan dari sisi gizi buruk [stunting], kesadaran akan kesehatan, disorientasi budaya, lingkungan, ketahanan pangan, keamanan dan polarisasi yang terjadi akibat dinamika politik di masyarakat," tambahnya.
Sebagai informasi, Survei Kolaborasi.com menggunakan teknik probability sampling berjenis cluster sampling, yakni responden yang dipilih berasal dari penduduk usia produktif pada 20-39 tahun di 7 kota besar, mulai dari Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Makassar, dan Jogjakarta.
Dari total jumlah populasi usia produktif di 7 kota tadi, didapati sekitar 400 orang sampel jika mengacu pada rumus Slovin, dengan tingkat Confidence Level di angka 95 persen dan Margin of Error sekitar 5 persen. Adapun skala pengukuran survei ini menggunakan Skala Likert yang juga telah dilakukan pengujian data dari sisi validitas dan reliabilitas.
Co-Founder Kolaborasi.com, Dewi Kartasasmita menambahkan sudah saatnya seluruh pihak mulai dari pemerintah pusat, pemangku kebijakan, akademisi, hingga kelompok-kelompok anak muda bisa saling berkolaborasi demi memaksimalkan fenomena bonus demografi di Indonesia.
Meski banyak tantangan, kata Dewi, sudah seyogyanya keberlangsungan fenomena bonus demografi yang jarang terjadi di suatu negara di dunia ini mampu mengambil atensi khusus dan serius dari setiap unsur.
Hal ini dimaksudkan agar Indonesia mampu menyiapkan kebijakan yang strategis melalui cetak biru atau blueprint perencanaan yang komprehensif dan holistik, dalam rangka mengembangkan potensi, kemampuan, hingga karakter penduduk usia produktif, guna menjadikan Indonesia sebagai negara yang madani dan sejahtera, seperti yang diungkapkan Presiden Joko Widodo.
"Terlebih ketika saat ini revolusi industri di beberapa negara telah mulai bergeser dari industry 4.0 menuju industry 5.0. Dengan kebijakan pemerataan akses informasi pendidikan, teknologi dan kesempatan berkarya, saya pikir kita bisa mengelaborasikan setiap potensi yang dimiliki elemen bangsa menuju Indonesia Emas di 2045," imbuh Dewi.