Bisnis.com, JAKARTA - Holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pupuk, PT Pupuk Indonesia (Persero) melihat potensi untuk mengekspor pupuk NPK ke negara-negara di Asia Selatan. Padahal kapasitas produksi NPK dari grup Pupuk Indonesia sebagai perusahaan pupuk pelat merah masih jauh dari proyeksi kebutuhan nasional selama satu tahun.
Sekertaris Perusahaan Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengungkap, sebelum mengekspor pupuk NPK buatan pabrik NPK PIM ini, pihaknya akan memastikan kebutuhan pupuk NPK subsidi Indonesia telah terpenuhi.
“Sifatnya adalah potensi. Tapi, Pupuk Indonesia tetap akan memprioritaskan kebutuhan pupuk domestik, artinya, bila memang kebutuhan subsidi sudah tercukupi, baru kita akan melakukan ekspor,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis pada Senin (13/2/2023).
Kendati demikian, dia membenarkan rencana pengeksporan pupuk NPK dengan tujuan ke negara-negara di Asia Selatan sebagai pasar yang cocok untuk memasarkan pupuk NPK buatan PIM. “Untuk ekspor ke Asia Selatan, ada kebutuhan NPK di negara seperti Srilanka,” tambahnya.
Potensi ini dilihat setelah Pupuk Indonesia menambah kapasitas produksi pupuk NPK dengan diresmikannya pabrik NPK di Lhokseumawe, Aceh Utara melalui anak usahanya, PT PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebesar 500.000 juta ton pertahun.
Kebutuhan pupuk NPK nasional pada 2023 ini diproyeksi akan mencapai 13,5 juta ton, sedangkan kapasitas produksi pupuk NPK dari grup Pupuk Indonesia baru mencapai angka 3,7 juta ton per tahun. Sehingga pemenuhan kebutuhan nasional akan diambil dari perusahaan pupuk swasta maupun impor dari luar negeri.
Namun, menurut Wijaya, angka kebutuhan NPK nasional sebanyak 13,5 juta ton tersebut sudah meliputi kebutuhan NPK di semua sektor, termasuk kebutuhan subsidi, pangan, hortikultura serta perkebunan-perkebunan milik perusahaan swasta.
Sehingga, menurutnya, pemenuhan angka 13,5 juta ton tersebut di luar kemampuan produksi pupuk NPK holding Pupuk Indonesia.
“Di luar kemampuan produksi Pupuk Indonesia sebesar 3,5 juta ton per tahun, kebutuhan untuk sektor-sektor tersebut selama ini dipenuhi oleh produsen NPK swasta dan juga melalui impor oleh perusahaan swasta,” tambahnya.
Sementara itu, sebelumnya Vice Presiden Penjualan Wilayah 3A Pupuk Indonesia Aviv Ahmad Fadhil menyebut kuota pupuk subsidi Indonesia tahun ini untuk urea adalah sekitar 4,64 juta ton dan NPK 3,2 juta ton, dengan rencana produksi urea sebesar 7,7 juta ton, serta NPK 3,5 juta ton.
Artinya, masih ada sisa pupuk NPK sebanyak 300 ton setelah total rencana produksi dikurangi kebutuhan subsidi. Namun, Aviv menuturkan, sisa NPK tersebut akan dialokasikan untuk kebutuhan NPK non subsidi.
Sebelumnya, saat meresmikan pabrik NPK baru PIM, Presiden Joko Widodo menyoroti selisih kapasitas produksi grup Pupuk Indonesia sebagai holding sektor pupuk pelat merah dari kebutuhan pupuk NPK nasional.
“Akhir-akhir ini setiap saya ke desa dan sawah bertemu para petani selalu ada keluhan tentang pupuk, apalagi pupuk bersubsidi. Kebutuhan pupuk (NPK) di Indonesia 13,5 juta ton sementara yang dipenuhi baru 3,5 juta ton. Ini yang harus kita atasi,” kata Jokowi di Lhokseumawe, Aceh Utara dikutip dari laman Youtube Pupuk Indonesia pada Senin (13/2/2023).