Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) berharap pemerintah agar tetap waspada terkait perkembangan inflasi Januari 2023. BPS menyoroti ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan dan manajemen stok pangan akan menjadi tantangan ke depannya.
Inflasi Indonesia Januari tahun 2023 yang secara tahunan sendiri mencapai 5,28 persen (year-on-year/YoY) dan secara bulanan mencapai 0,34 persen (month-to-month/mtm)
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan yang perlu menjadi catatan terhadap inflasi tersebut, yaitu tetap harus waspada di tengah ketidakpastian ekonomi. Dia juga mengingatkan terkait pengaruh nilai tukar.
“Perlu mendapatkan perhatian karena kita masih mengimpor bahan pangan, kemudian dinamika iklim dan cuaca serta manajemen stok saat panen raya,” ujar Margo dalam konferensi pers secara daring, Rabu (1/2/2023).
Lanjut Margo, pemerintah pun harus memperhatikan aspek kelancaran distribusi antar pangan wilayah, serta koordinasi yang kuat antara pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi.
Selain itu, dia mengingatkan bahwa faktor cuaca, musiman harus menjadi catatan sendiri.
“Saat panen perlu diperhatikan, jadi saat tidak panen kita mendapatkan stok cukup sehingga bisa mengendalikan harga,” tuturnya.
Margo mengungkapkan catatan inflasi sepanjang 2022 itu dipicu dari kenaikan harga yang diatur pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan kenaikan harga komoditas harus diatur secara cermat supaya dampakanya kepada inflasi bisa dikelola dengan baik.
Margo melaporkan pada Januari 2023 terjadi inflasi 0,34 persen secara bulanan (mtm). Komoditas penyumbang inflasi secara mtm terbesar dari beras, cabai merah, ikan segar, cabai rawit, dan rokok kretek filter.
Sementara itu, inflasi secara tahunan sebesar 5,28 persen disumbang oleh bensin sebesar 1,07 persen, bahan bakar rumah tangga sebesar 0,24 persen, diikuti beras sebesar 0,24 persen, tarif angkutan udara 0,19 persen, roko kretek 0,17, kontrak rumah 0,12 persen dan cabai merah sebesar 0,11 persen.