Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa tekanan global mulai mereda pada akhir kuartal IV/2022 meski masih terdapat risiko yang harus dicermati.
Salah satu risiko yang masih perlu terus diwaspadai adalah laju inflasi yang tetap berada pada level yang tinggi, meski tekanannya mereda, seiring masih tingginya harga energi dan pangan, gangguan rantai pasokan yang berlanjut, serta pasar tenaga kerja yang masih ketat, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Dengan perkembangan tersebut, pengetatan kebijakan moneter di negara maju juga diperkirakan mendekati titik puncaknya dengan suku bunga yang masih akan tetap tinggi sepanjang 2023.
“Ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai berkurang sehingga berdampak positif pada negara berkembang dengan meningkatnya aliran modal global dan berkurangnya tekanan pelemahan nilai tukar,” katanya dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2023, Selasa (31/1/2023).
Sri Mulyani memperkirakan ekonomi global akan tumbuh lebih lambat akibat fragmentasi geopolitik dan risiko resesi di AS dan Eropa.
Di sisi lain, membaiknya prospek ekonomi di China seiring dengan dihapusnya Zero Covid Policy diperkirakan dapat mengurangi risiko perlambatan ekonomi global yang lebih dalam.
Baca Juga
Di dalam negeri, imbuh Sri Mulyani, perbaikan pertumbuhan terus berlanjut, didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tetap kuat dan disertai level inflasi yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Hal ini tercermin dari beberapa indikator dini yang tercatat tetap kuat dan positif, misalnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Penjualan Riil (IPR). Selain itu, PMI Manufaktur pun melanjutkan tren ekspansif pada level 50,9.