Bisnis.com, JAKARTA — Bank DBS memperkirakan bahwa terdapat potensi neraca transaksi berjalan mencatatkan surplus, tetapi terdapat risiko keuntungan dari selisih harga ekspor komoditas dan impor akan menyempit.
Senior Economist DBS Group Research Radhika Rao menjelaskan bahwa pemulihan sektor pariwisata dan keringanan biaya transportasi saat ini akan menjadi katalis positif. Defisit di sektor jasa akan menipis dan berdampak positif bagi perekonomian secara umum.
Mulai stabilnya harga komoditas menimbulkan risiko menyempitnya keuntungan dari selisih harga komoditas dan harga impor. Namun, di sisi lain, terdapat harapan dari pembukaan ekonomi China dengan ekspektasi pemulihan yang lebih cepat.
"Untuk 2023, DBS Group Research tidak lagi memperkirakan defisit transaksi berjalan kecil tapi melihat potensi surplus ketiga sebesar 0,2 persen dari produk domestik bruto [PDB]," tulis Radhika dalam risetnya, dikutip pada Jumat (27/1/2023).
DBS Group Research menilai bahwa aliran investasi yang kuat dan surplus perdagangan akan membantu kinerja neraca pembayaran. Alhasil, neraca itu dapat terjaga positif selama empat tahun berturut-turut.
Radhika menyebut bahwa pihaknya pun memperkirakan surplus neraca berjalan yang di atas perkiraan awal, mampu mencapai 0,7 persen terhadap PDB. Pada 2022, surplus neraca perdagangan diperkirakan sekitar US$55 miliar atau naik lebih dari separuh capaian 2021.
Baca Juga
"Peningkatan ekspor komoditas dan nonmigas membantu mengimbangi defisit migas dan impor, yang meningkat pesat sejalan dengan kegiatan ekonomi," tulis Radhika dalam risetnya.