Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan turunan produk minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dapat menjadi solusi ketidakpastian serapan pasar ekspor, sehingga Indonesia dapat mengendalikan harga CPO di kancah global.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menerangkan Indonesia harus mampu mengurangi ketergantungan pasar ekspor sehingga ketika ada masalah di beberapa negara tidak berdampak terhadap permintaan sawit.
"Pengurangan ketergantungan pasar ekspor harus dilakukan jangan bergantung hanya pada ekspor, apalagi negara itu-itu saja, ketika ada masalah di negara itu, seperti pelarangan dari Uni Eropa, fenomena geopolitik, resesi, atau isu global lain, berisiko, harus segera ciptakan permintaan domestik, salah satu upaya kurangi ketergantungan pasar ekspor," terangnya kepada Bisnis, Rabu (25/1/2023).
Menurutnya, serapan turunan CPO domestik masih memiliki potensi yang luas terutama pada produk energi seperti biofuel. Kebijakan B35 dapat membantu mengatasi persoalan stagnasi permintaan ekspor CPO.
Lebih jauh, harga kata Ahmad, sangat bergantung pada kekuatan permintaan, sehingga jika Indonesia dapat menciptakan permintaan yang lebih tinggi dapat menjadi penentu harga kelapa sawit. Dengan harga yang lebih tinggi dapat menjadi insentif tersendiri bagi petani dan pengusaha sawit.
Ahmad menilai harga CPO secara global cenderung lebih landai dibandingkan dengan 2022, tetapi masih mungkin bertumbuh. Isu resesi menurutnya membuat pelaku pasar menahan diri.
Selain B35, turunan produk kelapa sawit yang berpotensi dikembangkan yakni farmasi, pangan, dan kebersihan.
"Kalau permintaan tetap tinggi, ini bisa jadi faktor pertahankan harga tetap stabil, ditambah bisa lebarkan diversifikasi pasar ekspor bisa cari pasar lain selain Uni Eropa, Indonesia perlu cari mitra dagang potensial soal sawit," tambahnya.
Lebih jauh, Indonesia juga harus menjaga permintaan ekspor minimal dengan penurunan pengiriman ke Uni Eropa dapat terkompensasi dari perdagangan ke negara lain.
"Bisa juga pelaku usaha investasi di luar, menggunakan strategi mendekati pasar, mereka impor sawit dari Indonesia, sehingga dapat juga menjadi salah satu upaya jaga ekspor," katanya.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) per November 2022, tiga negara ekspor produk sawit terbesar Indonesia masih didominasi China, India, dan Uni Eropa. Dengan pertumbuhan permintaan terbesar datang dari India yang naik 45 persen.
Sementara itu, potensi pertumbuhan ekspor lain berasal dari negara Amerika Serikat (AS) yang tumbuh 15 persen dan Bangladesh yang naik 5 persen.
Baca Juga