Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena penjualan hotel mewah tak hanya terjadi di Jakarta. Sejumlah hotel berbintang di Bali pun mengalami kondisi keterpurukan sehingga hotel dijual oleh pemiliknya.
Berdasarkan pantauan Bisnis di situs resmi Lamudi.co.id, Kamis (19/1/2023) hotel yang marak dijual merupakan hotel berbintang 4 sampai 3 ke bawah. Adapun, hotel berbintang 3 di wilayah Kuta, Badung diobral dengan harga Rp100 miliar.
Salah satu hotel yang dijual oleh akun terverifikasi Sproperty Bali menjual bangunan yang memiliki luas sebesar 3.000 meter persegi sebanyak 53 kamar. Penjual mengklaim occupancy rate pada hotel tersebut bisa mencapai 70-80 persen per tahun.
Di wilayah Ubud, hotel mewah dengan luas tanah 2,4 hektare yang memiliki 60 kamar dijual dengan harga Rp125 miliar. Padahal, hotel berlantai 2 ini memiliki fasilitas lengkap seperti restauran, kolam renang, hingga meeting room.
Sementara itu, hotel di Tanah Lot, Bali seluas 2.500 meter persegi dijual dengan harga Rp60 miliar. Bangunan ini memiliki 4 lantai, 53 unit kamar dan fasilitas mencakup kolam renang, parking area, ruang kantor, dan lainnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Hotel Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Iswandi Said, mengatakan fenomena ini telah terjadi sejak pandemi Covid-19 pada 2020-2021 lalu.
"Sebenarnya waktu pandmei juga banyak yang jual, itu waktu pandemi di Bali ada sekitar 80 hotel yang mau dijual, tapi kan nggak semua juga laku," kata Iswandi kepada Bisnis, Kamis (19/1/2023).
Menurutnya, ramainya hotel di jual lewat platform online menjadi suatu pengorbanan bagi pengelola akibat pembengkakan cicilan dan tidak ada lagi relaksasi yang diberikan perbankan untuk operasional hotel.
"Walaupun ada relaksasi tapi setelah selesai pandemi otomatis perbankan mengembalikan kebijakannya ke yang semula, termasuk membayar kewajiban yang kemarin selama pandmei tertunda," jelasnya.
Kondisi tersebut tentunya menjadi tantangan besar bagi para pemilik hotel yang terlilit dengan kewajiban. Di sisi lain, dia pun melihat berakhirnya pandemi tidak serta merta membuat okupansi dan bisnis perhotelan pulih sepenuhnya.
Iswandi menuturkan perlu waktu untuk bisnis perhotelan kembali memiliki performa yang positif dan meningkat. Terkait penjualan hotel, dia pun meragukan minat investor untuk mengoperasikan kembali.
"Produknya selama 2 tahun nggak ada tamu kan rusak, harus di renovasi, di perbaiki, tapi ya lihatnya case by case, mungkin saja ada satu hotel dijual karena return-nya beda dari hotel lain, karena tiap owner punya problem berbeda," ujarnya.
Di samping itu, Data Colliers menyebutkan, total pasokan hotel di Bali pada 2020-2022 sebanyak 691 kamar dengan penambahan 298 kamar baru di 2022.
Adapun, tingkat okupansi meningkat 4,6 persen pada kuartal IV/2022 secara kuartalan, sedangkan secara year on year meningkat sebesar 30,2 persen.
Katalis lainnya datang dari penyelenggaraan Presidensi G20 yang sukses mendorong pertumbuhan pariwisata di Indonesia secara umum. Dengan dibukanya perbatasan internasional, lebih banyak turis asing akan bepergian untuk tujuan rekreasi.