Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2023 memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen.
Suku bunga acuan yang kembali naik tersebut sudah diprediksi oleh dunia usaha. Mereka memperkirakan, suku bunga acuan sepanjang 2023 masih akan terus naik untuk mengendalikan tingkat inflasi yang masih merangkak naik di atas target sasaran BI yakni 2-4 persen dan menjaga stabilitas makro ekonomi secara keseluruhan.
Meski tak mengejutkan bagi dunia usaha, tapi Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Shinta Kamdani, menyebut kebijakan tersebut membuat mereka menjadi khawatir terhadap dampak akumulatif pada pertumbuhan ekonomi di 2023.
Dampak kebijakan tersebut terhadap pelaku usaha pun sudah pasti ada seperti kredit usaha yang berimplikasi pada beban kredit, kecukupan cash flow, dan daya saing usaha di pasar.
Kendati demikian, kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 bps dinilai tidak terlalu besar, Shinta menyebut kenaikan suku bunga acuan sejak Juli 2022 sudah mencapai 2,25 persen, sedangkan inflasi masih di level 5,5 persen.
“Selain menambah beban secara gradual terhadap cost usaha dan daya beli masyarakat, ini berarti masih ada kemungkinan suku bunga masih akan terus dinaikkan hingga [inflasi] kembali ke level di kisaran 3 persen,” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (19/1/2023).
Hingga angka tersebut tercapai, lanjut dia, dunia usaha khawatir ekspansi usaha dan investasi akan terus terkekang sehingga tak maksimal dalam mendukung produktivitas usaha dan pertumbuhan ekonomi.
Sejumlah sektor saat ini pun sudah terdampak akibat suku bunga tinggi, salah satunya sektor properti. Oleh karena itu, mereka berharap pemerintah dapat memberikan stimulus lain guna mengimbangi dampak negatif kebijakan moneter tersebut terhadap pertumbuhan usaha dan ekonomi nasional.
Stimulus yang diberikan pun diharapkan tak hanya dari sisi konsumsi seperti bansos, tapi juga kepada sisi supply atau pelaku usaha agar ekspansi dan produktivitas ekonomi tetap terpacu meski adanya pengetatan moneter.