Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah akan mendorong sektor hilirisasi untuk mendongkrak realisasi investasi pada 2023 yang ditargetkan mencapai Rp1.400 triliun.
Bahlil menyampaikan bahwa tidak ada cara lain untuk mendongkrak pertumbuhan investasi dan menciptakan lapangan kerja secara berkualitas, selain berfokus pada hilirisasi. Dia pun meyakini hal tersebut dapat membawa Indonesia meraih status negara maju.
Berdasarkan Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis Indonesia Tahun 2023 – 2035, Bahlil mengatakan terdapat 8 sektor prioritas yang kemudian diturunkan menjadi 21 komoditas.
Delapan sektor prioritas itu adalah sektor mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, serta kehutanan. Diperkirakan seluruh sektor ini mampu menghasilkan total nilai investasi sebesar US$545,3 miliar atau setara dengan atau setara dengan Rp8.280 triliun (kurs Rp15.185 per dollar AS).
Perinciannya, mineral dan batubara mencapai US$427,1 miliar, minyak dan gas bumi senilai US$67,6 miliar. Selanjutnya, sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kelautan memiliki proyeksi nilai investasi sebesar US$50,6 miliar.
“Ini adalah angka yang tidak sedikit, ini angka yang fantastis. Tapi ini adalah salah satu syarat untuk negara kita bisa lepas dari negara berkembang menjadi negara maju,” ujarnya dalam konferensi pers Hilirisasi Kunci Investasi dan Tantangan Investasi 2023, Selasa (17/1/2023).
Menurutnya, paradigma terkait dengan hilirisasi selama ini hanya berkutat pada nikel. Bahlil menyatakan pemerintah tidak dapat berfokus pada satu komoditas guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sebagai gambaran, Bahlil menjelaskan bahwa ekspor nikel Indonesia pada 2017-2018 hanya sekitar US$3,3 miliar. Selanjutnya tahun 2021 ekspor nikel melonjak ke angka US$20,9 miliar dan pada 2022 diperkirakan mencapai rentang US$29 – US$30 miliar.
“Ini baru satu komoditas, maka kemudian itu berdampak pada peningkatan pajak lalu peningkatan daya saing dan neraca perdagangan kita. Kami tidak ingin berakhir di nikel karena sumber daya alam kita banyak,” kata Bahlil.