Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan 2022 Surplus, Bagaimana Proyeksi 2023?

Ancaman resesi global terus menghantui, bagaimana proyeksi neraca perdagangan 2023?
Aktivitas perdagangan di pelabuhan/Bisnis.com
Aktivitas perdagangan di pelabuhan/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berhasil mencatatkan surplus pada neraca perdagangan sepanjang 2022 sebesar US$54,46 miliar, naik 51,1 persen dari capaian 2021. Dengan adanya ancaman resesi, bagaimana proyeksi neraca perdagangan 2023?

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam menyampaikan neraca perdagangan untuk periode 2023, bahkan mulai Januari, tetap akan terus surplus namun tidak sebesar 2022.

“Pertumbuhan ekonomi 2023 ditentukan oleh surplus neraca perdagangan 2023, yang diperkirakan akan lebih kecil daripada 2022,” ujarnya, Senin (16/1/2023).

Piter memproyeksikan menurunnya surplus pada 2023 dipengaruhi oleh permintaan ekspor yang menurun serta seiring dengan harga komoditas yang juga melemah akibat kondisi global.

Harga-harga komoditas yang terus berfluktuatif tentu akan mempengaruhi besaran surplus yang akan Indonesia dapatkan.

“Jadi walaupun menurun neraca perdagangan diyakini masih akan surplus,” tambahnya.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menekankan bahwa kontraksi yang akan terjadi akibat melemahnya harga komoditas terutama dari sektor nonenergi atau nonmigas.

Adanya kondisi ketidakpastian akibat faktor geopolitik akan terus memperlambat kinerja ekspor Indonesia dan tidak akan sebagus capaian 2022.

“Kinerja ekspor di 2023 tidak akan sebagus 2022, akan mengalami penyempitan hanya saja sejauh mana pelemahan harga komoditas dan juga pelambatan ekspor ini bergantung juga masih ada faktor ketidakpastiannya itu,” katanya, Senin (16/1/2023).

Meski prediksi berkata akan terjadi pelemahan, titik terang neraca perdagangan Indonesia dengan China justru semakin cerah dengan dilepaskannya zero covid policy. Harapannya, dapat meningkatkan permintaan barang dari nonmigas dan menggenjot ekspor ke China.

“Walaupun di beberapa negara seperti Amerika dan Benua Eropa dikhawatirkan mengalami resesi dan kelemahan permintaan, tetapi China dengan dilepaskannya zero covid policy malah justru mendorong ekspor kita, jadi meningkatkan permintaan termasuk juga diantara dengan komoditas jadi,” tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, surplus neraca perdagangan pada 2022 menjadi tertinggi sepanjang sejarah. Meski sempat defisit pada 2019, neraca perdagangan mulai menunjukan surplus justru sejak pandemi Covid-19 atau mulai 2020 hingga 2022.

Pemerintah pun telah memberikan jalan tol dari perjanjian dagang yang dibuat, sementara untuk kerja sama dengan Uni Eropa melalui Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUE-CEPA) akan dituntaskan pada 2023.

Bila nantinya IUE-CEPA resmi berlaku, salah satu manfaatnya yaitu untuk memangkas bea masuk komoditas Indonesia yang diekspor ke Eropa dari 10-12 persen menjadi 0 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper