Bisnis.com, JAKARTA – World Economic Forum (WEF) dalam Laporan Risiko Global 2023 menyatakan polarisasi sosial dan politik dinilai dapat menghambat penyelesaian masalah kolektif untuk mengatasi risiko global.
Dalam laporan itu, WEF memberikan contoh bahwa sayap politik kanan jauh lebih di pilih di Italia dan terbesar kedua di Swedia, sementara sayap kiri kembali bangkit di Amerika Latin.
Hal tersebut dinilai dapat menyebabkan perselisihan yang lebih besar, terutama saat menavigasi prospek ekonomi di tengah ketidakpastian pada tahun-tahun mendatang.
Adapun pemilihan nasional akan berlangsung di beberapa negara G20 dalam dua tahun ke depan, termasuk Amerika Serikat, Afrika Selatan, Turki, Argentina, Meksiko, termasuk Indonesia.
“Pemilihan pemimpin yang kurang sentris dan penerapan kebijakan yang lebih ‘ekstrem’ di negara adidaya ekonomi dapat memecah aliansi, membatasi kolaborasi global, dan mengarah pada dinamika yang lebih tidak stabil,” tulis laporan WEF dikutip Minggu (15/1/2023).
Polarisasi tercipta lantaran adanya misinformasi dan disinformasi jelang tahun politik di sejumlah negara. Hal ini dianggap sebagai risiko yang cukup parah oleh responden Global Risks Perception Survey (GRPS), menduduki peringkat ke-16 dalam risiko jangka pendek.
Baca Juga
Informasi keliru, yang acapkali muncul pada tahun politik, telah menjadi alat untuk menyebarkan keyakinan ekstremis dan memengaruhi pemilu melalui ruang media sosial.
Dampak yang ditimbulkan oleh kekeliruan informasi juga diproyeksi semakin luas seiring dengan tingginya penggunaan otomatisasi dan pembelajaran mesin, dari bot yang meniru teks tulisan manusia hingga pemalsuan informasi soal politisi.
“Polarisasi merongrong kepercayaan sosial, dan dalam beberapa kasus, lebih mencerminkan perebutan kekuasaan dalam elite politik daripada perpecahan mendasar dalam ideologi.”
WEF juga menilai sering kali polarisasi yang semakin panas pada isu-isu utama dapat menyebabkan kebuntuan bagi pemerintah. Selain itu, pergeseran sejumlah jabatan di tiap siklus pemilu dapat menghalangi penerapan prospek kebijakan jangka panjang.