Bisnis.com, JAKARTA – ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,0 persen pada 2023, melambat dibandingkan 2022 yang diperkirakan mencapai 5,3 persen. RI dipastikan tak resesi.
“Ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan solid sebesar 5,3 persen pada 2022 dan tetap kokoh pada 5 persen pada 2023,” kata Lead Economist AMRO Sumio Ishikawa dalam keterangan resmi, Kamis (12/1/2023).
Dia memperkirakan permintaan domestik yang solid akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah perkiraan perlambatan permintaan global.
Di samping itu, ekspor Indonesia masih akan diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas dan peningkatan nilai tambah dari industri hilir berbasis sumber daya alam.
Pada saat yang sama, harga pangan dan bahan bakar global yang melonjak, yang diperparah oleh perang Rusia vs Ukraina, telah diteruskan ke harga domestik dan mendorong kenaikan inflasi umum.
Namun demikian, Ishikawa mengatakan inflasi di dalam negeri relatif terkendali jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan diperkirakan akan moderat dalam kisaran target bank sentral pada kuartal IV/2023.
Stabilitas rupiah pun diperkirakan tetap terjaga di tengah penguatan dolar Amerika Serikat dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
“Surplus neraca berjalan dan arus masuk investasi asing yang kuat mendukung keseimbangan eksternal Indonesia,” kata dia.
Ishikawa menilai bauran kebijakan bank sentral telah disesuaikan dengan tepat sebagai respons untuk mengatasi hambatan eksternal dalam rangka mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi sambil memastikan stabilitas keuangan.
Selain itu, menurutnya pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menahan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat, termasuk di dalamnya upaya memperkuat pasokan dan distribusi barang, terutama pangan dan bahan pangan.
Untuk meredam gejolak harga komoditas global, pemerintah juga menaikkan anggaran subsidi pada 2022 dan mempertahankan harga BBM bersubsidi.
Meski beberapa harga BBM bersubsidi dinaikkan pada September 2022, namun pemerintah memberikan tambahan bantuan tunai dan subsidi upah kepada kelompok rentan.
Dia menambahkan prospek jangka pendek Indonesia dibayangi oleh risiko perlambatan global dengan potensi resesi di beberapa mitra dagang utama.
Sementara itu, krisis energi yang semakin dalam dapat memperpanjang tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut, terutama oleh The Fed, sehingga memicu berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
“Sebagai catatan positif, pelonggaran kebijakan zero Covid-19 di China baru-baru ini dan pembukaan kembali pembatasannya akan menguntungkan industri pariwisata dan menghadirkan peluang positif bagi Indonesia,” tuturnya.