Bisnis.com, JAKARTA – Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang mengalami penurunan. Salah satu pemicunya, yaitu badai pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI), Indeks ekspektasi konsumen (IEK) pada Desember 2022 tercatat sebesar 127,3, turun dari 127,9 pada November 2022.
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha yang masing-masing turun sebesar 2,5 poin dan 0,6 poin menjadi 123,9 dan 124,6 pada Desember 2022.
Ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja yang turun tercatat pada seluruh kategori kecuali pada responden dengan pendidikan sarjana Dari sisi usia, penurunan terdalam terjadi pada responden berusia 20–30 tahun
Sementara itu, indeks ekspektasi kegiatan usaha ke depan tercatat menurun pada sebagian kelompok pengeluaran responden, terdalam pada responden dengan pengeluaran Rp2 juta dan Rp1 juta hingga 3 juta per bulan.
Berdasarkan usia, indeks turun terbesar pada responden berusia 41 hingga 50 tahun.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa fenomena PHK oleh beberapa industri menjadi faktor pemicu penurunan ekspektasi konsumen.
“Fenomena PHK ikut mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap kesempatan mereka untuk masuk ke dalam angkatan kerja kembali,” katanya kepada Bisnis, Senin (9/11/2022).
Selain itu, Yusuf mengatakan bahwa konsumen belum terlalu yakin bahwa pemulihan ekonomi dalam 6 bulan ke depan akan mendorong penciptaan lapangan kerja.
“Artinya ini bagi ekonomi tentu hubungannya ada pada potensi dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama di periode awal tahun ini,” jelasnya.
Menurutnya, ekspektasi konsumen untuk penciptaan lapangan kerja yang menurun perlu direspons oleh pemerintah untuk memastikan kebijakan pro terhadap penciptaan lapangan kerja.
Dia mencontohkan Program Kartu Prakerja seharusnya bisa didesain atau dipersiapkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja saat ini.
Selain itu, Yusuf mengatakan investasi yang ditargetkan meningkat pada tahun ini perlu diarahkan agar bisa mendorong menyerapnya tenaga kerja.
“Namun demikian, apakah kemudian ini akan mempengaruhi perlambatan konsumsi ke depan, masih terlalu dini untuk mengatakan demikian karena akan ada faktor lain yang menentukan kondisi konsumsi kita terutama di tahun ini atau di semester pertama di tahun ini,” jelasnya.
Dia menambahkan keyakinan konsumen kelas menengah ke atas untuk melakukan spending juga perlu didorong karena akan menentukan kondisi konsumsi terutama di periode awal di tahun ini.