Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat mulai pesimistis akan sumber penghasilan saat ini, tercermin dari Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja yang turun ke level 95,7 pada Mei 2025 meski pemerintahan Prabowo menjanjikan 19 juta lapangan kerja.
Indeks yang menunjukkan kondisi saat ini (Mei 2025) dibandingkan dengan 6 bulan lalu tersebut bahkan tercatat mencapai level terendahnya sejak Maret 2022.
Menilik hasil Survei Konsumen milik Bank Indonesia (BI), tercantum bahwa Secara umum persepsi responden terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini berada pada zona pesimistis (<100), bersumber dari kelompok pendidikan SMA (92,0) dan Akademi/Diploma (95,8), sementara kelompok lainnya tetap berada di level optimis.
Berdasarkan kelompok usia, optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja masih meningkat pada kelompok usia 20—30 tahun (103,1), sedangkan pada kelompok usia >30 tahun tercatat berada di level pesimis.
Kelompok usia 31—40 tahun turun dari 102,8 ke 94,6 poin. Kemudian, keyakinan masyarakat usia 41—50 tahun juga turun dari 102,9 menjadi 95,3 poin pada Mei 2025. Sementara itu, kelompok usia 51—60 tahun masih mencatatkan pesimistis dalam tiga bulan terakhir atau sejak Maret hingga Mei 2025.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman tak heran keyakinan masyarakat semakin turun terhadap ketersediaan lapangan kerja.
Baca Juga
Menurutnnya, penurunan ini menandakan persepsi masyarakat terhadap lapangan kerja saat ini semakin memburuk dan mengonfirmasi bahwa masyarakat belum merasakan perbaikan signifikan di sektor ketenagakerjaan.
“Dengan demikian janji penciptaan 19 juta lapangan kerja masih bersifat aspiratif, belum terinternalisasi dalam empiris, sehingga persepsi publik maupun data riil mencerminkan kondisi pasar kerja saat ini belum sesuai dengan target atau janji pemerintah tersebut,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat (13/6/2025).
Rizal memandang tingkat pesimistis tersebut utamanya dipicu oleh meningkatnya kasus-kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor, baik karena efisiensi maupun akibat tekanan global.
Untuk itu, Rizal meminta pemerintah perlu segera mengimplementasikan strategi penciptaan lapangan kerja yang konkret dan terukur dengan fokus pada sektor padat karya, digital ekonomi, dan infrastruktur berorientasi tenaga kerja.
Termasuk, program janji 19 juta lapangan kerja harus diterjemahkan ke dalam roadmap sektoral dan regional yang disertai indikator capaian tahunan, bukan sekadar target agregat.
Meski demikian, keyakinan akan ketersediaan lapangan kerja untuk 6 bulan mendatang dibandingkan kondisi saat ini masih terpantau optimistis dengan Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja (EKLK) sebesar 123,8.
“Artinya, masyarakat belum melihat perbaikan saat ini, tetapi mereka masih memberi ruang harapan terhadap janji pemulihan pemerintah, meskipun belum langsung dirasakan publik,” lanjut Rizal.
Janji Masih Sekadar Janji
Senada, Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan bahwa penurunan indeks tersebut menjadi bukti bahwa kepercayaan konsumen terhadap kondisi perekonomian saat ini memang sedang tidak baik-baik saja.
Pemerintah pun berusaha mensiasatinya dengan stimulus yang digelontorkan pada Juni dan Juli untuk menjaga konsumsi masyarakat.
Yusuf memandang untuk janji penciptaan lapangan kerja masih terbatas realisasinya. Tercermin dari angka pengangguran yang mengalami peningkatan secara absolut.
“Secara Absolut masih belum terdapat lapangan kerja yang tersedia bagi angkatan kerja sehingga mereka harus menganggur pada kriteria tertentu yang ditentukan oleh BPS,” ujar Yusuf.
Di samping itu, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sekaligus CEO Danantara Rosan Roeslani menekankan bahwa menciptakan lapangan kerja memang menjadi prioritas utama pemerintah, tetapi sekaligus tantangan.
Dirinya berharap dari investasi yang masuk ke Indonesia maupun investasi dari Danantara dapat menciptakan lapangan kerja lebih banyak bagi masyarakat Indonesia.
“Semoga hal ini dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Salah satu tantangan terbesar bagi kami, bagi pemerintah, adalah bagaimana kami dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja,” tuturnya.