Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kondisi geopolitik yang terjadi di Benua Eropa tersebut turut memberikan dampak pada harga komoditas di Indonesia, seperti pada harga CPO (crude palm oil) hingga batu bara yang melesat.
Menurutnya, perang Rusia vs Ukraina yang sudah berlangsung hampir satu tahun berdampak pada harga komoditas ekspor unggulan Indonesia yang ikut bergejolak.
“Yang perang ada di Eropa, CPO kita naik dari US$700 [per ton] menjadi US$1700 [per ton], harga minyak goreng kita naik ke atas Rp20.000 [per liter], terjadi guncangan di Indonesia,” ujarnya dalam CEO Bankir Forum, Senin (9/1/2023).
Sri Mulyani mengungkapkan Kenaikan tersebut terjadi akibat disrupsi pasokan komoditas. Pasalnya, Rusia dan Ukraina, yang merupakan pemasok pupuk dan minyak biiji bunga matahari (sunflower) menahan stoknya.
Bukan hanya CPO, Sri Mulyani menyebutkan bahwa harga batu bara ikut terkerek naik hampir empat kali lipat, menjadi US$400 per ton.
“Harga minyak melonjak ke US$126 per barrel, tadinya US$60 per barrel,” tambah Menkeu.
Baca Juga
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga batu bara di pasar global pada November 2022 menunjukkan tren peningkatan bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2021, bahkan tercatat naik hingga 117,27 persen (yoy), dari US$157,5/mt menjadi US$342,2/mt.
Adapun, harga minyak mentah naik secara kalender tahunan naik sebesar 9,33 persen (yoy) dari US$79,9/barrel menjadi US$87,4/barrel.
Harga CPO untuk November 2022 turun sedalam 29,46 persen (yoy), dari US$1.340/metrik ton (mt) menjadi US$945,7/mt. Sementara per 6 Januari 2023, harga CPO Cif Rotterdam berada di level US$1.022 per ton.
Sebagaimana diketahui, lanjut Sri Mulyani, untuk 2023 nanti APBN sebagian penerimaan negara bersumber dari harga komoditas, dan tidak selamanya harga-harga tersebut setinggi seperti pada 2022.
“2023 APBN kami tahu bahwa sebagian penerimaan adalah karena harga komoditas, kami harus menjaga diri apabila harga komoditas tidak selamanya tinggi seperti 2022, batu bara US$400 dollar/mt, CPO dari US$1700/barrel jatuh ke US$700 /barrel, naik ke US$900/barrel, volatilitas itu akan terefleksi di APBN kami,” jelasnya.