Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Royalti Batu Bara 0 Persen Dinilai Belum Cukup untuk Pengembangan DME

Insentif royalti 0 persen dinilai belum cukup untuk mendorong pengembangan proyek hilirisasi batu bara, termasuk DME.
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai insentif royalti batu bara 0 persen belum cukup untuk mencapai keekonomian proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Apalagi, saat ini harga batu bara tengah melambung tinggi.

Ketua Perhapi Rizal Kasli mengatakan, hitung-hitungan proyek hilirisasi batu bara belakangan masih relatif marginal untuk dapat menopang keberlanjutan program tersebut. 

Apalagi, kata Rizal, pembangunan kilang untuk menunjang pengolahan batu bara di tingkat hilir sepenuhnya masih tergantung pada teknologi dari luar negeri. Adapun, biaya akuisisi teknologi gasifikasi batu bara berada di kisaran US$1,5 miliar hingga US$2 miliar. 

“Dengan harga batu bara yang mahal saat ini, kemungkinan proyek tersebut harus dievaluasi kembali. Harga DME tersebut bersaing dengan LPG yang diimpor pemerintah. Kecuali harga feeding batu baranya diberlakukan pola cost plus,” kata Rizal saat dihubungi, Rabu (4/1/2023). 

Kendati pemerintah telah resmi menawarkan insentif royalti 0 persen untuk batu bara yang dialokasikan bagi kegiatan hilirisasi, menurutnya, pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) juga diperlukan untuk menjaga keekonomian proyek strategis nasional (PSN) tersebut. 

“Pemerintah memang sudah mengeluarkan kebijakan untuk membantu proyek hilirisasi tersebut dengan memberikan insentif fiskal dan nonfiskal berupa pemberlakuan 0 persen untuk royalti batu bara yang dipasok ke proyek ini,” kata dia. 

Adapun, DME memang didorong untuk dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif substitusi liquefied petroleum gas atau LPG. Hal ini diharapkan dapat menekan impor LPG yang memakan anggaran negara cukup besar. 

Sebelumnya, BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) berharap pasokan batu bara untuk proyek gasifikasi PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) ikut mendapatkan subsidi melalui skema badan layanan umum batu bara.

Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, dukungan subsidi itu menjadi krusial untuk tetap menjaga arus kas serta kinerja PTBA pada proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) PTBA tersebut.

“Pasokan feedstock batu bara membutuhkan subsidi dan yang diusulkan pasokan batu baranya dimasukkan ke dalam konsep BLU [badan layanan umum] yang sedang diproses pemerintah sehingga Bukit Asam tidak harus menanggung kerugian secara ekonomis,” kata Hendi saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Kamis (24/11/2022).

Hendi mengusulkan agar insentif pasokan batu bara untuk proyek DME itu dapat diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) dan peraturan turunan lainnya yang akan dibuat untuk mempercepat penugasan PTBA pada program hilirisasi emas hitam tersebut.

“Kami minta dukungan adanya Perpres serta turunannya, Bukit Asam supaya tidak mengalami kerugian dalam melaksanakan proyek DME, spesifiknya dimasukkannya suplai batu bara,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper