Bisnis.com, JAKARTA - Harga rumah di Australia mengalami penurunan 5,3 persen secara nasional pada 2022. Hal ini sekaligus menandai anjloknya pasar perumahan di Negeri Kanguru itu sejak tahun 2008.
Laporan CoreLogic Inc. menyebutkan penurunan terbesar ini merupakan imbas dari kenaikan suku bunga yang tajam sehingga melemahkan daya beli dan membuat investor menunda pembelian.
Pasar perumahan di Sydney mengalami penurunan harga paling besar yakni sebesar 12,1 persen, diikuti oleh penurunan 8,1 persen di Melbourne. Secara bulanan, harga rumah turun 1,1 persen pada Desember 2022.
Direktur Riset CoreLogic Inc., Tim Lawless, memprediksi nilai rumah bisa turun lebih jauh pada bulan-bulan pertama 2023, sebelum menjadi stabil setelah suku bunga memuncak.
"Terlepas dari penurunan di banyak wilayah negara, nilai perumahan umumnya tetap jauh di atas level pra-Covid," kata Lawless dalam laporan, dikutip dari Bloomberg, Selasa (3/1/2023).
Menurutnya, kondisi ini pun menunjukkan sektor perumahan Australia tengah mengalami siklus pengetatan moneter paling tajam dalam satu generasi.
Laporan CoreLogic juga menyebut nilai dari pasar perumahan Australia sebesar AU$9,4 triliun atau setara dengan US$6,4 triliun. Angka tersebut telah turun 8 persen dari puncak baru-baru ini yang dicapai pada April 2022 yang melonjak sebesar 28,6 persen dari palung yang disebabkan oleh pandemi.
Tim Lawless menyoroti bahwa pada 2023 kemungkinan besar akan menguji pasar perumahan karena kredit dengan suku bunga tetap yang mencapai rekor terendah mulai kedaluwarsa dan peminjam terpaksa beralih ke suku bunga yang jauh lebih tinggi.
Dokumen RBA pada Desember 2022 menunjukkan sekitar 30 persen peminjam Australia yang menggunakan kredit dengan suku bunga tetap akan melihat pembayaran naik lebih dari 40 persen ketika pinjaman mereka diperpanjang pada 2023.
"Ketika suku bunga memuncak dan inflasi mereda, nilai perumahan cenderung stabil, namun kenaikan nilai perumahan secara luas akan bergantung pada penurunan suku bunga, atau pada bentuk stimulus lain," ujarnya.
Sebagai informasi, Reserve Bank of Australia (RBA) telah menaikkan suku bunga sebesar 3 basis poin persentase sejak Mei menjadi 3,1 persen dan secara luas diperkirakan akan naik satu atau dua kali lagi tahun ini.
Namun, seorang pejabat RBA menyatakan kepercayaannya pada pasar perumahan Australia, yang menyoroti bahwa harga masih lebih tinggi daripada saat awal pandemi.
Selain itu, dengan tingkat pengangguran yang paling rendah dalam hampir 50 tahun, para peminjam berada di posisi yang baik untuk memenuhi komitmen mereka dan kemungkinan besar tunggakan pinjaman akan dibatasi.
Di sisi lain, Ekonom Bloomberg, James McIntyre, mengatakan kondisi penurunan harga merupakan efek dari kenaikan suku bunga yang datang terlambat.
"Efek dari kenaikan suku bunga, termasuk yang kami perkirakan pada Februari, akan terus membebani pasar. Kami perkirakan harga rumah akan turun pada pertengahan 2023, setelah RBA menghentikan siklus pengetatannya," ungkapnya.