Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim dirinya pada awalnya tidak setuju dengan impor beras.
Ia pun meragukan keterangan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang menyebut bahwa Indonesia pada 2022 surplus beras sebesar 7 juta ton.
“Di dua kali rapat saya tidak setuju karena Menteri Pertanian mengatakan kita surplus, dan surplusnya tidak sedikit, yaitu 7 juta ton. Meski dalam hati, saya tidak percaya,” ujar Zulhas diskusi virtual ‘Polemik Impor Beras di Akhir Tahun’, Selasa (27/12/2022).
Zulhas mengatakan bahwa klaim surplus 7 juta ton kurang masuk akal. Sebab, saat ini petani sulit dalam bercocok tanam, dimulai dari langkanya pupuk dan obat-obatan hingga jeleknya irigasi pertanian. Bahkan, menurutnya, irigasi dibanding zaman Presiden Suharto lebih baik.
“Surplus dari mana? Kan produktivitas itu dari pupuk, obat-obatan ada, irigasinya bagus. Lah, ini pupuknya kurang terus, irigasinya tidak pernah menyaingi sebagus jaman Pak Harto. Obat-obatan harganya tidak terkendali, harga pasar. Pupuk waktu tanam tidak ada, waktu panen baru ada lagi. Jadi, sebetulnya saya tidak percaya ada stok 7 juta itu,” ujar Zulhas.
Selain itu, Zulhas menyoroti juga Indonesia sudah beberapa tahun tidak melakukan importasi beras. Menurutnya, hal tersebut lantaran konsumsi beras masyarakat menurun dan digantikan oleh gandum, bukan karena meningkatnya produksi beras.
Baca Juga
“Jadi, kalau produksi padi naik terus itu dari mana dasarnya. Bahwa kita tidak impor beras karena cukup itu soal lain lagi. Data lain menunjukkan kita makan gandum. Tahun 2004, makan gandum cuma 3 juta ton, sekarang kita 13 juta ton. Orang cuma pindah aja, dulu sarapan nasi goreng sekarang mie atau roti,” tuturnya.
Lebih lanjut, Zulhas mengungkapkan bahwa urgensi impor beras lantaran stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog menipis, yakni hanya 300.000 ton. Padahal, idealnya 1,2 juta ton.
“Sedangkan harga beras naik terus, Rp1.000 naiknya per kg. Beras ini naiknya Rp100 saja naiknya terhadap inflasi tinggi sekali apalagi naiknya Rp1.000, dan naik Rp1.000 saja Pak Harto jatuh. Jadi kalau beras ini menyangkut hajat hidup orang banyak secara strategis,” ujar Zulhas.
Sebelumnya, keputusan pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 500.000 mendapatkan reaksi pro dan kontra. Reaksi itu muncul karena Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras melimpah dan sempat menyanggupi pasokan beras 600.000 ton untuk Bulog. Namun, Dirut Bulog Budi Waseso mengatakan bahwa Bulog tidak bisa menyerap beras petani karena stoknya terbatas.