Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin kepastian hukum dan investasi untuk rantai industri nikel domestik tetap terjaga kendati Indonesia dinyatakan kalah dalam sengketa larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel di tingkat putusan panel World Trade Organization (WTO).
“Kepastian hukum, kita harus sediakan karpet merah, jangan ada yang menghambat investor,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Adapun laporan final panel pada 17 Oktober 2022 menyatakan Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592 tersebut.
Pembelaan Pemerintah Indonesia lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak badan pengatur perdagangan internasional tersebut.
“Kalau itu sudah kalah kita tetap banding ya,” kata dia.
Adapun, laporan final dari putusan panel itu telah didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 November 2022 lalu. Setelah itu, putusan panel itu bakal dimasukkan ke dalam agenda dispute settlement body (DSB) pada 20 Desember 2022.
Baca Juga
Pada pertengahan tahun lalu, Uni Eropa meningkatkan tantangannya di Organisasi Perdagangan Dunia atas larangan ekspor bijih nikel Indonesia dengan meminta badan perdagangan yang berbasis di Jenewa membentuk panel untuk memutuskan kasus tersebut.
UE melontarkan keluhan awalnya pada November 2019 terhadap pembatasan ekspor bahan mentah terutama bijih nikel dan bijih besi yang digunakan untuk membuat baja tahan karat.
Komisi Eropa yang mengkoordinasikan kebijakan perdagangan untuk 27 negara Uni Eropa mengatakan bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia dan persyaratan pemrosesan dalam negeri untuk bijih nikel dan bijih besi adalah ilegal dan tidak adil bagi produsen baja UE.
"Faktanya adalah bahwa tidak ada anggota WTO [World Trade Organization] yang diizinkan untuk membatasi ekspor bahan mentah dengan cara ini, memberlakukan pembatasan ilegal untuk menguntungkan produsen dalam negeri," kata Komisaris Perdagangan UE Valdis Dombrovskis dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari financialpost.com, Kamis (14/1/2021).
Permintaan dibentuknya panel mengikuti periode konsultasi dari 30 Januari 2020, yang gagal menyelesaikan masalah. Keputusan panel kemungkinan akan berlangsung setidaknya satu tahun lagi.
Komisi Eropa menuturkan bahwa industri baja tahan karat UE berproduksi pada level terendah selama 10 tahun, sedangkan Indonesia ditetapkan menjadi produsen terbesar kedua di dunia setelah China karena tindakan yang tidak adil.