Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai positif rencana pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku impor yang menunjang produksi baterai lithium di dalam negeri.
Rizal mengatakan kebijakan itu dapat mendorong percepatan dan penguatan rantai pasok bahan baku baterai kendaraan listrik domestik yang sebagian masih berasal dari impor.
“Kendati kehilangan potensi penerimaan dari bea masuk dan PPN, namun Indonesia akan memperoleh multiplier effect yang besar jika industri baterai listrik dapat diproduksi di dalam negeri,” kata Rizal saat dihubungi, Kamis (1/12/2022).
Insentif fiskal itu, kata Rizal, akan ikut mendorong investasi bahan baku serta industri pengolahan baterai lithium masuk ke dalam negeri. Dengan demikian, industri baterai kendaraan listrik domestik dapat kompetitif jika dibandingkan dengan negara lain.
“Investor akan mencari negara yang bisa memberikan nilai keuntungan terbesar, sebagai lokasi tempat menanamkan investasinya,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah bakal membebaskan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku impor yang menunjang produksi baterai lithium di dalam negeri.
Baca Juga
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan langkah itu diambil untuk mempercepat pembentukan ekosistem baterai lithium di Indonesia dari sisi penambangan hingga hilir perakitan.
“Kita bangun ekosistem ini, kita tidak bangun satu-satu dengan berbagai mineral yang kita miliki dan kita impor sebagian mineral misalnya lithium,” kata Luhut saat peresmian pembukaan rapat koordinasi nasional investasi 2022 seperti disiarkan dari YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (30/11/2022).
Luhut mengatakan pemerintah telah menginisiasi industri terpadu lithium di kawasan Morowali, Sulawesi Tengah. Hanya saja, pabrik pengolahan itu masih bergantung pada impor bijih lithium dari Australia.
Menurut dia, kebijakan pembebasan bea masuk dan PPN itu menjadi krusial untuk menambal sejumlah bahan baku yang tidak ada di dalam negeri. Misalkan dari sisi pertambangan, Indonesia tidak memiliki sumber daya lithium.
Selanjutnya dari sisi midstream di tingkat pengilangan, Indonesia tidak memiliki bahan baku sodium karbonat, asam klorida dan agen ekstraksi. Sementara pada tahap hilirisasi lanjutan untuk pembuatan prekursor, industri domestik belum memiliki sodium hidroksida.
Sementara pada tahap perakitan akhir baterai, Indonesia tidak memiliki separator,elektrolit, foil tembaga, aluminium foil.
Adapun, ekspor produk antara bahan baku baterai, Mix Hydroxide Precipitate (MHP) sudah mencapai US$1,72 miliar atau setara dengan Rp27,05 triliun, asumsi kurs Rp15.731, hingga akhir tahun ini.
Torehan ekspor itu naik 454,8 persen dari pencatatan sepanjang 2021 yang berada di angka US$0,31 miliar atau setara dengan Rp4,87 triliun.
Pertumbuhan ekspor produk antara bahan baku baterai listrik itu sudah jauh melewati catatan ekspor produk turunan nikel kadar tinggi, besi dan baja yang hanya mengalami kenaikan 10,54 persen pada periode yang sama.
Seperti diketahui, torehan ekspor besi dan baja pada tahun lalu berada di angka US$20,95 miliar atau setara dengan Rp329,56 triliun. Di sisi lain, torehan ekspor sepanjang 2022 naik tipis di kisaran US$23,16 miliar atau setara dengan Rp364,32 triliun.