Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu memberikan insentif ke industri padat karya sejalan dengan ditetapkannya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada 2023 maksimal 10 persen.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kenaikan upah minimum akan memberikan dampak yang lebih berat ke industri padat karya. Menurutnya, penetapan upah minimum seharusnya tidak hanya disesuaikan berdasarkan wilayah, tetapi juga secara sektoral dan industri.
Hal ini dikarenakan banyaknya sektor yang daya saingnya tergerus, setelah menghadapi tekanan inflasi yang tinggi, salah satunya pada industri tekstil.
“Sebelum ada kenaikan upah pun sudah tergerus daya saingnya karena biaya produksi lain sudah naik, misalnya biaya bahan baku, energi, dan logistik karena kenaikan harga BBM. Di sisi lain permintaan turun, karena yang berorientasi ekspor turun, misal ke Amerika Serikat,” katanya kepada Bisnis, Senin (28/11/2022).
Dengan kondisi tersebut, Faisal mengatakan bahwa pemerintah perlu memberikan insentif untuk membantu industri padat karya tersebut dari sisi biaya produksi non-upah, seperti insentif dari sisi energi, biaya logistik, ataupun insentif terkait bahan baku.
“Menghadapi ini perlu ada jalan tengah, kalau ingin tetap ada kenaikan upah, berarti pemerintah perlu beri insentif, membantu dari sisi biaya produksi yang non-upah,” jelasnya.
Baca Juga
Hal ini kata Faisal perlu dilakukan untuk menahan PHK pekerja terus berlanjut. Selain itu, insentif diharapkan agar upah para pekerja di industri tersebut pun bisa dinaikkan.
“Tapi, itu juga mungkin tidak cukup bagi yang sudah terpukulnya parah, seperti tekstil. Dari sisi demand juga perlu dibantu insentif, misalnya untuk mengalihkan orientasi pasar ekspor ke dalam negeri, yang mana di dalam negeri pasarnya masih lebih bagus,” kata Faisal.