Bisnis.com, JAKARTA -- Rusia dan China dikabarkan bakal menyetop moratorium ekspor pupuk pasca Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan di Bali pada pertengahan November 2022.
Hal tersebut disampaikan oleh SVP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Wijaya Laksana. "Sesuai dengan pertemuan KTT G20 kemarin, moratorium ekspor pupuk akan dibuka," kata Wijaya kepada Bisnis, Kamis (24/12/2022).
Dibukanya moratorium ekspor dari Rusia dan China tersebut menjadi angin segar bagi Indonesia, khususnya untuk mengamankan pasokan pupuk phospate.
Perlu diketahui, Indonesia sangat bergantung kepada pupuk phospate yang merupakan bagian dari pupuk majemuk atau NPK. Selain phospate, pupuk majemuk meliputi urea, kalium (potasium). Untuk jenis urea, pasokannya dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Sementara itu, untuk jenis phospate Indonesia dikatakan belum memproduksi dalam jumlah yang signifikan dan bergantung kepada pemasok besar seperti China dan negara di Timur Tengah, salah satunya Yordania.
Masalahnya, moratorium ekspor pupuk yang dilakukan China sejak tahun lalu mengurangi pasokan pupuk dunia sebesar 20 persen. Malium atau potasium pun 30 persen kebutuhan global dipasok dari Rusia dan Belarusia.
"Sehingga harga pupuk jenis phospate dan kalium 4 kali lipat harga normalnya," kata Wijaya.
Harga normal dari pupuk NPK berkisar US$400 per ton. Namun, pada awal 2022 harga pupuk tersebut melonjak hingga US$1.200 per ton.
Di Tanah Air, sambung Wijaya, dampaknya adalah tingginya harga pupuk non subsidi yang dialami oleh semua produsen pupuk. Untuk pupuk bersubsidi, Pupuk Indonesia memberlakukan harga 10 persen dari nilai normal.