Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Singapura kembali melambat pada kuartal III/2022 dibandingkan kuartal sebelumnya.
Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (23/11/2022), Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) mencatat produk domestik bruto (PDB) Singapura tumbuh 4,1 persen pada kuartal III/2022 year-on-year (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan kuartal II/2022 yang tercatat sebesar 4,5 persen.
Pertumbuhan ini lebih lambat dari proyeksi analis dalam survei Bloomberg sebesar 4,3 persen. Perlambatan ini mendorong pemerintah untuk mempersempit proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 menjadi 3,5 persen dari kisaran 3-4 persen sebelumnya.
Dibandingkan kuartal sebelumnya (QtQ), PDB Singapura meningkat 1,1 persen, lebih buruk rendah dari proyeksi MTI sebesar 1,5 persen.
Selain itu, data ekspor nonminyak untuk Oktober menunjukkan penurunan pertama dalam 23 bulan, menggarisbawahi kerentanan ekonomi yang bergantung pada ekspor.
Siongapura yang bergantung pada perdagangan ini mendapat tekanan dari penurunan permintaan global serta kebijakan moneter yang lebih ketat untuk menekan inflasi yang melonjak. Selain itu, Singapura juga dirugikan oleh pelemahan pertumbuhan konsumsi karena kebijakan Zero Covid China.
Baca Juga
Singapura juga menandai risiko terhadap stabilitas keuangan karena kenaikan suku bunga dan aliran modal yang memiliki implikasi bagi ekonomi regional.
Otoritas moneter Singapura adalah salah satu yang paling awal untuk memulai kebijakan pengetatan tahun lalu
Akonom Asean di Bloomberg Economics Tamara Henderson mengatakan ekonomi Singapura akan menghadapi banyak tantangan tahun depan.
"Pembukaan kembali ekonomi China kemungkinan diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ke ujung atas perkiraan pemerintah." ungkapnya.
MTI bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat antara 0,5 persen dan 2,5 persen pada tahun 2023.