Bisnis.com, JAKARTA—Keputusan BI menaikkan bunga acuan ke titik tertinggi dalam 6 tahun bisa dikatakan sebagai akhir kebijakan moneter yang longgar dengan penerapan suku bunga yang rendah.
Kabar mengenai kenaikan suku bunga Bank Indonesia masih menjadi salah satu perhatian editor BisnisIndonesia.id. Selain Berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut highlight BisnisIndonesia.id, Sabtu (19/11/2022):
1. Prediksi Ekonomi RI Usai BI Akhiri Rezim Suku Bunga Murah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16 – 17 November 2022 memutuskan BI kembali menaikan suku bunga acuan. Keputusan BI menaikkan bunga acuan ke titik tertinggi dalam 6 tahun bisa dikatakan sebagai akhir kebijakan moneter yang longgar dengan penerapan suku bunga yang rendah.
Periode 6 tahun dihitung sejak BI pada Oktober 2016 menetapkan suku bunga acuan sebesar 4,75 persen.
Berdasar RDG November 2022 suku bunga naik sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen. Pada saat yang sama suku bunga deposit facility dan lending facility naik 50 bps menjadi 4,50 persen serta 6 persen. Sebelumnya, pada Agustus, September, dan Oktober 2022 BI menaikan suku bunga acuan masing-masing 25 bps, 50 bps, dan 50 bps.
2. UMP 2023 Dipastikan Naik, Buruh Bersiap Turun Ke Jalan
Upah minimum provinsi 2023 dipastikan akan naik. Meski begitu, penetapan UMP 2023 dibayangi ancaman pemogokan buruh.
Kalangan buruh menolak jika UMP 2023 didasarkan pada peraturan pemerintah yang merupakan turunan UU Cipta Kerja. Dalam peraturan tersebut UMP didasarkan pada salah satu antara pertumbuhan ekonomi atau angka inflasi.
Kalangan buruh menginginkan kenaikan UMP berada di atas angka inflasi.
Jika bersandar pada pernyataan Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Adi Mahfudz Wuhadji, pengumuman besaran UMP 2023 dilakukan Jumat (18/11/2022).
Menurut Adi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) masih melakukan formulasi dan rencananya akan ada pengumuman terkait UMP 2023 oleh Kemenaker.
3. Alibaba Rugi 20,6 Miliar Yuan, Zero Covid China Ikut Menekan
Kebijakan penangan Covid-19 yang ketat di China berdampak pada kinerja perusahaan di negeri itu. Alibaba Group Holding Ltd. menjadi salah satu “korban” kebijakan zero Covid-19 yang diterapkan China. Meski demikian, Alibaba menilai kondisi tersebut sebagai tantangan untuk lebih maju ke depan.
Alibaba, perusahaan yang identik dengan Jack Ma, melaporkan kinerja negatif pada kuartal III/2022. Pembatasan aktivitas di China terkait Covid-19 menekan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran konsumen di negara tersebut.
Chairman dan Chief Executive Officer Alibaba Group Daniel Zhang mengakui adanya tantangan lingkungan makro yang sedang berlangsung. Meski begitu, seperti disampaikan dalam keterangan resmi Alibaba di situs webnya, yang dipantau Bisnisindonesia.id, Jumat (18/11/2022), Daniel Zhang menyebutkan kinerja perusahaan masih memberikan hasil yang solid.
4. GOTO Kini Ikuti Jejak Shopee dan Bukalapak, PHK 1.300 Karyawan
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) menambah daftar panjang perusahaan e-commerce yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya demi melakukan efisiensi dan menipiskan rugi.
Berdasarkan keterangan resmi GOTO, sejak awal perseroan telah melakukan evaluasi optimalisasi beban biaya secara menyeluruh, termasuk penyelarasan kegiatan operasional, integrasi proses kerja, dan melakukan negosiasi ulang berbagai kontrak kerja sama.
Pada akhir kuartal kedua 2022, GOTO berhasil melakukan penghematan biaya struktural sebesar Rp800 miliar dari berbagai aspek penghematan, seperti teknologi, pemasaran, dan outsourcing.
5. Tanjung Priok Macet Gegara Sistem IT, Pengusaha Logistik Merugi
Kegiatan bongkar muat barang untuk ekspor maupun impor di Jakarta International Container Terminal atau JICT Pelabuhan Tanjung Priok dilanda masalah akibat gangguan pada terminal operating system (TOS). Pengusaha logistik dan forwarder alami kerugian imbas kejadian ini.
Gangguan sistem operasi di JICT berlangsung sejak Kamis (17/11/2022) dini hari hingga hari ini. Kalangan pengusaha logistik memprotes keras situasi tersebut lantaran mengganggu seluruh rencana distribusi dan pengapalan.
Pengusaha harus merogoh kocek lebih dalam menghadapi situasi ini. Mau tidak mau terhentinya arus barang berakibat pada bertambahnya waktu tunggu bongkar muat kontainer. Belum lagi, pelaku ekspor berpotensi ditinggal kapal akibat keterlambatan tersebut.
Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim mengatakan salah satu kerugian yang dialami oleh pelaku logistik yakni masih berjalannya biaya penitipan atau inap kontainer (demurrage and detention), kendati operasional terminal tak berjalan lancar.