Bisnis.com, JAKARTA — Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatatkan defisit sebesar US$1,3 miliar pada kuartal III/2022. Kondisi itu disebabkan oleh defisit transaksi modal dan finansial yang lebih besar dibandingkan transaksi berjalan.
Sejatinya, transaksi berjalan pada kuartal III/2022 tercatat naik menjadi US$4,38 miliar, terutama didorong oleh surplus barang yang lebih besar, naik hingga US$17,52 miliar. Hal ini sejalan dengan masih kuatnya permintaan ekspor dari mitra dagang dan masih tingginya harga komoditas global di tengah meningkatnya ketidakpastian terkait resesi global.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatatkan defisit yang lebih besar, yaitu mencapai US$6,07 miliar, terutama dipicu oleh didorong oleh arus keluar terkait dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global dan meningkatnya pembayaran surat utang swasta yang akan jatuh tempo.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca transaksi berjalan akan terus mencatatkan surplus pada kuartal IV/2022, berkat harga komoditas yang tinggi.
Namun, dia mengingatkan pertumbuhan impor akan menyusul pertumbuhan ekspor, sehingga surplus yang didapatkan cenderung menyempit ke depan.
“Kami memperkirakan neraca transaksi berjalan 2022 setahun penuh berpotensi membukukan surplus yang lebih besar dari perkiraan kami saat ini sebesar 0,45 persen dari PDB, mungkin mendekati 1 persen dari PDB,” katanya, Jumat (18/11/2022).
Baca Juga
Menurutnya, dengan asumsi pelemahan ekspor masih berlanjut seiring dengan penurunan harga komoditas, dan pertumbuhan impor yang terus menguat, neraca transaksi berjalan berisiko kembali mencatatkan defisit sekitar -1,10 persen dari PDB pada 2023.
Sementara itu, dia memperkirakan transaksi modal dan finansial masih berisiko mengalami penurunan ke depan, yang dapat menutupi potensi aliran masuk modal asing.
Inflasi global yang terus tinggi yang dan mendorong kebijakan normalisasi moneter global yang lebih agresif telah memicu arus keluar modal. Hal ini memberikan risiko penurunan pada keseimbangan investasi portofolio.
“Selain itu, terdapat juga kebutuhan pembayaran utang luar negeri yang akan menyebabkan neraca investasi lainnya mengalami defisit neto,” jelasnya.
Secara keseluruhan, dia memperkirakan cadangan devisa akan turun menjadi sekitar US$130 miliar pada akhir 2022, dengan kecenderungan bias ke bawah.
Nilai tukar rupiah juga diperkirakan berada di sekitar Rp15.186 per dolar AS pada akhir 2022, dengan rata-rata sekitar Rp15.080 per dolar AS sepanjang tahun.
Pada konferensi Kamis (17/11/2022), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa memasuki kuartal IV/2022, kinerja neraca perdagangan tetap baik dengan surplus mencapai US$5,7 miliar pada Oktober 2022.
Di sisi lain, tekanan arus modal asing masih berlanjut dengan investasi portofolio pada kuartal IV/2022 (per 15 November 2022) yang mencatatkan net outflows sebesar US$0,3 miliar.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2022 juga tetap tinggi tercatat sebesar 130,2 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 5,8 bulan impor atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Perry memperkirakan, kinerja NPI akan tetap terjaga dengan surplus transaksi berjalan berada pada kisaran 0,4 hingga 1,2 persen dari PDB dan kinerja neraca transaksi modal dan finansial yang tetap baik terutama dalam bentuk PMA.
“Kinerja NPI pada 2023 diperkirakan tetap baik, ditopang oleh neraca transaksi modal dan finansial dan transaksi berjalan yang solid, di tengah risiko berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Perry.