Bisnis.com, BADUNG - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa kebijakan Indonesia untuk tidak lagi bergantung pada ekspor komoditas mentah lewat penghiliran dinilai mampu menarik lebih banyak minat investor.
Dalam Business20 (B20) Summit, Minggu (13/11/2022), Luhut mengatakan dengan sumber daya alam yang melimpah, teknologi dan data menjadi kunci untuk menemukan solusi jangka panjang untuk tantangan ekonomi dan lingkungan. Harapannya adalah tercipta inovasi, lapangan kerja baru, meningkatkan efisiensi energi, serta mempromosikan industri, investasi, dan pembangunan berkelanjutan.
Selama 8 tahun terakhir, Indonesia telah mengubah perekonomiannya menjadi lebih efisien, lebih maju, dan tidak terlalu bergantung pada komoditas.
"Kebijakan hilirisasi telah mengubah Indonesia menjadi pusat investasi dunia, terutama untuk industri electric vehicle dan baterai dalam waktu dekat," ujar Luhut dalam Business20 (B20) Summit, Minggu (13/11/2022).
Indonesia tengah membangun industri hijau di Kalimantan Utara yang akan sepenuhnya menggunakan tenaga baru terbarukan, seperti tenaga air, yang juga bisa mendukung pembuatan produk seperti baterai dan input baterai dengan jejak karbon rendah.
Proyek investasi rantai pasokan baterai tersebut diperkirakan bernilai mencapai lebih dari US$21 miliar. Dari sisi permintaan, pemerintah saat ini sedang merumuskan skema insentif yang akan mendorong lebih banyak penggunaan EV oleh masyarakat, dan itu akan membantu transisi terjadi lebih cepat.
Baca Juga
“Kita harus memprioritaskan transisi energi melalui dekarbonisasi di sektor pembangkit listrik dan penggunaannya. Untuk mewujudkannya, kami membutuhkan upaya bersama dari semua negara, baik negara maju maupun berkembang, dalam transisi energi,” ungkapnya.
Luhut mengatakan bahwa sebagai dampak dari pandemi Covid-19, diperlukan kolaborasi antara bisnis dan pemerintah menjadi upaya terpenting yang perlu dilakukan untuk keberlanjutan bisnis, planet, dan masyarakat.
Menko menuturkan, di tengah kondisi saat ini, seluruh bagian dunia harus berpikir tentang mengambil tindakan di situasi yang baru guna memerangi ancaman eksistensial yang ada, yaitu perubahan iklim. Bencana alam dan kelaparan baru-baru ini yang mempengaruhi hampir seluruh dunia secara langsung berkaitan dengan suhu global yang terus meningkat.
“Saya rasa penting bagi kita semua untuk bersiap menghadapi resiko terburuk untuk menghasilkan output yang baik,” tuturnya.