Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Pertamina Hulu Beberkan Penyebab Produksi Minyak di Bawah Target

Pertamina melalui subholding hulu melaporkan sejumlah lapangan minyak dan gas andalan perusahaan mengalami penurunan produksi signifikan.
Pekerja PT Pertamina Hulu Rokan (PHR)  mengecek pompa angguk atau pumping unit di Central Gathering Station (CGS) 10 Field Duri, Blok Rokan, Bengkalis, Riau, Rabu (22/12/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Pekerja PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) mengecek pompa angguk atau pumping unit di Central Gathering Station (CGS) 10 Field Duri, Blok Rokan, Bengkalis, Riau, Rabu (22/12/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah lapangan minyak dan gas yang dikelola oleh Pertamina dilaporkan mengalami penurunan produksi. 

Wiko Migantoro, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) membeberkan penurunan itu umumnya terjadi pada sejumlah lapangan tua. Penurunan itu, kata dia, rerata mengalami penurunan produksi alamiah atau declined rate lebih dari 50 persen. Penurunan produksi itu termasuk di wilayah kerja (WK) andalan Pertamina.

“Secara keseluruhan natural decline rate dari subsurface kita adalah lebih besar dari 50 persen pada mature block dari beberapa key performance,” kata Wiko saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (9/11/2022).

Sejumlah WK yang tercatat mengalami penurunan produksi signifikan itu di antaranya Rokan, Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES), dan PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS).

Saat lapangan andalan secara historis mengalami penurunan produksi, PHE mengklaim sejumlah lapangan berhasil meningkatkan produksi melebihi target. Lapangan migas itu seperti WK Offshore North West Java (1,7 Million Barrel Oil per Day/MBOPD), PEP Jatibarang (0,9 MBOPD), PT Pertamina Hulu Mahakam (1,3 MBOPD & 30 Million Standard Cubic Feet per Day/MMCFD), JOB Tomori (22 MMCFD), dan Corridor (6 MMCFD).

Dalam paparan yang sama, Wiko melaporkan ketidakpastian pada properti reservoir yang belakangan ikut menurunkan sisa cadangan dari intra field. Sementara itu, Pertamina turut dihadapkan pada risiko investasi yang besar pada pengembangan tambahan cadangan di lokasi yang sulit.

Adapun, sebagian besar fasilitas produksi Pertamina di regional 1 hingga 3 tercatat sudah berumur lebih dari 30 tahun yang ikut yang disebut sebagai penyebab penutunan lifting.

“Keandalan fasilitas jadi isu yang menantang di mana mayoritas fasilitas produksi regional 1 sampai 3 lebih dari 30 tahun,” kata dia.

Sebelumnya, PHE memproyeksikan produksi minyak dan gas bumi (Migas) subholding hulu Pertamina hingga akhir 2022 dapat menyentuh di angka 808 MBOEPD. Perinciannya, produksi minyak sebesar 418 MBOPD dan gas di kisaran 2.256 MMCFD.

Prognosa produksi Migas dari subholding hulu Pertamina itu relatif lebih rendah dari target awal yang sempat dipatok optimis pada awal 2022. Saat itu, target produksi Migas ditetapkan sebesar 854 MBOEPD yang berasal dari capaian minyak 446 MBOPD dan gas 2.363 MMCFD.

“Prognosa akhir Desember, produksi Migas PHE akan sebesar 808.000 barel oil equivalent per day atau tumbuh 9 persen dibandingkan realisasi 2021,” kata dia.

Hingga September 2022, realisasi produksi Migas dari PHE sudah di angka 800 MBOEPD. Torehan produksi itu berasal dari minyak sebesar 418 MBOPD dan gas di angka 2.216 MMCFD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper