Bisnis.com, JAKARTA — Harga produk gas alam cair liquefied petroleum gas (LNG) Indonesia dinilai belum kompetitif di tengah mengetatnya persaingan di pasar ekspor. Hal itu menyebabkan produk LNG dalam negeri kesulitan mendapatkan kontrak pembelian jangka panjang.
Direktur Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menilai harga jual LNG Indonesia tidak kompetitif jika dibandingkan dengan produk lain di pasar ekspor. Tingginya harga jual disebabkan ongkos produksi LNG domestik cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan negara lain.
Belum kompetitifnya harga jual LNG itu menjadi faktor adanya potensi kargo belum terkontrak atau uncommitted cargo (UC) dari lifting LNG dalam negeri, seperti yang terjadi di Kilang Bontang, Kalimantan Timur. SKK Migas menyebut bahwa ada potensi kargo belum terkontrak yang cukup besar dari produksi LNG Kilang Bontang untuk tahun depan.
“Untuk kita menawarkan gas kita, untuk mendapatkan kontrak jangka panjang committed itu sulit karena saingan kita itu makin lama makin banyak dan LNG kita bukan yang paling murah,” kata Moshe saat dihubungi, Senin (7/11/2022).
Dengan kepastian pembelian LNG Kilang Bontang yang tidak menentu, imbuh Moshe, sejumlah produksi gas dari lapangan pemasok di kawasan Kalimantan Timur mesti ditekan sesuai kontrak pembelian saat ini.
“Kalau tidak ada pembelinya produksinya harus ditekan karena bisa waste money, kalau permintaan menurun produksi gasnya harus diturunkan” tuturnya.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, SKK Migas menargetkan total produksi siap jual atau lifting LNG domestik pada 2023 mencapai 206 standar kargo.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, masih terdapat potensi kargo belum terkontrak atau uncommitted cargo (UC) yang cukup besar dari Terminal Bontang, Kalimantan Timur. Dwi berharap potensi itu belakangan ikut menaikkan keekonomian lapangan serta investasi di sekitar kawasan tersebut.
“Potensi UC terdapat di Kilang LNG Bontang yang sebagian akan diprioritaskan untuk kebutuhan PLN dan pembeli domestik lainnya, dengan tetap mengalokasikan volume ke pasar ekspor untuk optimalisasi penerimaan negara dan kontraktor,” kata Dwi kepada Bisnis, Senin (7/11/2022).
Ihwal potensi lifting 206 kargo itu, SKK Migas memerinci terdapat 126 kargo dari Kilang LNG Tangguh dan 80 kargo dari Kilang LNG Bontang. Kendati demikian, tidak ada sisa UC dari LNG Tangguh tahun depan lantaran volume dari proyek Train 3 telah dipasarkan sejak beberapa tahun lalu.
“Harga LNG tetap tinggi setidaknya dalam 1 hingga 2 tahun ke depan. Ini tentu peluang bagi Indonesia untuk memasarkan UC ke pasar spot pun akan memberikan penerimaan optimal bagi negara dan kontraktor, serta mencari potensi buyer baru,” kata dia.