Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo akan mengatur dan membatasi impor tembakau sebagai langkah perlindungan petani dalam negeri. Volume impor sendiri tercatat saat ini sebagian besar berasal dari China.
Pengaturan impor ini termasuk keputusan pemerintah disampaikan ulang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kanal Instagramnya hari ini, Jumat (4/11/2022). Informasi yang sehari sebelumya telah disampaikan di Istana Bogor, usai rapat terbatas presiden bersama sejumlah menteri.
Disebutkan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok rata-rata tertimbang 10 persen untuk 2023 dan 2024.
Kenaikan tarif cukai berlaku berbeda untuk setiap golongannya. Cukai untuk sigaret kretek mesin (SKM) I dan II rata-rata naik antara 11,5 persen—11,75 persen, sigaret putih mesin (SPM) I dan II naik sekitar 11 persen, serta sigaret kretek tangan (SKT) rata-rata 5 persen.
Menurut Sri Mulyani, rapat itu menghasilkan empat keputusan, di antaranya kenaikan tarif cukai rokok. Lalu, keputusan penting lainnya adalah Jokowi ingin membatasi impor tembakau.
"Impor tembaku akan diatur dan dibatasi untuk melindungi petani tembakau dalam negeri," tulis Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagramnya, Jumat (4/11/2022).
Baca Juga
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor tembakau pada 2021 mencapai 116,9 juta ton. Jumlahnya relatif stabil dari tahun-tahun lalu, yakni 2018 sebanyak 121,38 juta ton, 2019 sebanyak 110,9 juta ton, dan 2020 sebanyak 110,2 juta ton.
Impor terbanyak berasal dari China, yang pada 2021 mencapai 50,47 juta ton atau 43,16 persen dari total volume impor tembakau. Sementara itu, dari sisi nilai, impor tembakau China pada 2021 mencapai US$200,8 juta atau 34,2 persen dari total nilai impor US$586,6 juta.
Keputusan lain Jokowi dalam rapat itu adalah menaikkan cukai rokok elektrik 15 persen dan hasil pengolahan tembakau lainnya 6 persen. Setiap tahunnya hingga 2028 akan terjadi kenaikan dengan tarif tersebut.
Lalu, Jokowi pun memutuskan agar alokasi dana bagi hasil (DBH) cukai harus fokus menyasar program kesehatan. Seperti diketahui, cukai merupakan salah satu instrumen pengendalian konsumsi barang dengan eksternalitas dan dananya harus digunakan untuk pemulihan dari dampak negatif tersebut.
"DBH Cukai harus fokus digunakan perbaikan kesehatan, perbaikan puskesmas, Posyandu, dan penanganan stunting; perbaikan kesejahteraan petani dan buruh, serta pemberantasan rokok ilegal," tulis Sri Mulyani.