Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Singgung Monopoli Pembangkit, Pertamina Ungkap Tantangan Kembangkan EBT

Dominasi tunggal pada pembangkitan listrik domestik dinilai menjadi faktor penghambat dari inisiatif pengembangan energi bersih.
Ilustrasi petugas membersihkan PLTS atap./Istimewa
Ilustrasi petugas membersihkan PLTS atap./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — CEO Pertamina New & Renewable Energy (NRE) Dannif Danusaputro memandang masih terdapat sejumlah tantangan untuk menginisiasi pengembangan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia saat ini.

Dannif menggarisbawahi monopoli pasar pada pembangkitan listrik domestik turut menjadi faktor penghambat dari inisiatif pengembangan energi bersih di dalam negeri belakangan ini.

“Di Indonesia masih banyak tantangan dari sektor pembangkit, masih banyak monopoli yang harus kita hadapi sama-sama, jadi kita harus bongkar mindset-mindset lama,” kata Dannif saat Launching Pertamina NRE, Kamis (3/11/2022).

Di sisi lain, Dannif mengatakan, persaingan untuk pengembangan pembangkit EBT bakal makin ketat dengan munculnya banyak perusahaan baru di pasar tersebut. Menurut dia, pasar EBT akan terlihat berbeda dari industri hulu migas konvensional yang relatif terpusat pada sejumlah perusahaan besar yang menguasai rantai pasok.

Dengan demikian, dia berharap, pengembangan EBT yang diemban Pertamina NRE dapat optimal dengan penyesuaian pada kondisi pasar yang sama sekali baru dari industri hulu migas.

“Bahwa kita ini ada pasar, bisnis akan datang ke kita tanpa melakukan banyak usaha, semua itu yang saya perlukan dari anak-anak muda untuk memiliki growth mindset for future of Pertamina,” kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi investasi pada sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi baru mencapai US$0,67 miliar hingga Juni 2022. Torehan itu sekitar 16,9 persen dari target investasi yang dipatok mencapai US$3,97 miliar pada tahun ini.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, rendahnya torehan investasi itu disebabkan karena program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang belum dapat berjalan optimal.

Selain itu, Dadan mengatakan, dampak pandemi Covid-19 juga masih mengoreksi rencana investasi pada program pengembangan energi berkelanjutan tersebut.

“Program PLTS Atap yang belum bisa berjalan dengan baik, masih ada beberapa isu antara lain terkait besaran kapasitas PLTS Atap yang bisa dipasang, yang masih dicari titik temu-nya dengan PLN,” kata Dadan kepada Bisnis, Selasa (28/6/2022).

Berdasarkan data milik Kementerian ESDM per Juni 2022, capaian investasi sektor bioenergi yang terdiri atas pembangkit listrik tenaga bioenergi dan pabrik biodiesel sebesar sekitar US$36 juta atau 22,2 persen dari total target investasi yang dipatok US$162 juta.

Sementara itu, capaian investasi pembangkit listrik panas bumi berada di angka US$251 juta atau 26,5 persen dari keseluruhan target investasi yang diharapkan mencapai di angka US$947 juta.

Adapun, torehan investasi untuk pembangkit listrik aneka EBT yang terdiri atas PLTA, PLTM, PLTMH, PLTS atap dan PLTS sebesar sekitar US$379 juta atau 13,3 persen dari total target investasi di 2022 yang sebesar US$2,86 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper