Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mendorong subholding energi baru terbarukan (EBT) Pertamina, Pertamina NRE untuk serius mengoptimalkan captive market solar photovoltaic (PV) rooftop atau PLTS atap yang besar di Indonesia.
Nicke mengatakan, induk perusahaan bakal mendukung penuh upaya pengembangan EBT yang diemban Pertamina NRE untuk dapat mengambil kesempatan pada industri energi bersih mendatang.
“Sudah ada pasarnya terbuka, kami hitung contoh solar PV ada sekitar 800 megawatt [MW], maksimal 1.500 MW, boleh ditanya perusahaan lain tidak ada captivated market itu” kata Nicke saat Launching Pertamina NRE, Kamis (3/11/2022).
Nicke menuturkan, Pertamina NRE bakal menerima alokasi investasi yang signifikan untuk dapat mengoptimalkan pengembangan sumber energi bersih tersebut. Apalagi, kata dia, Pertamina memiliki rantai nilai pasok yang relatif kuat dari sisi hulu hingga hilir untuk menunjang fokus bisnis subholding pengembangan EBT tersebut.
“Ini kami akan dukung Pertamina NRE dari hulu ke hilir agar bisa menggantikan 'kakaknya', maka akses yang ada diberikan seperti rencana investasi ke depan itu sudah ada,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pertamina tengah mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) mereka untuk mengembangkan bisnis rendah emisi terkait dengan upaya percepatan transisi energi nasional saat ini.
Baca Juga
“Pertamina mengembangkan strategi untuk mendukung transisi energi dengan mengalokasikan capex-nya pada energi rendah emisi,” kata Direktur Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha (SPPU) Pertamina Atep Salyadi Dariah Saputra dalam acara SOE International Conference di Nusa Dua, Bali, Selasa (18/10/2022).
Lewat Pertamina Green Business Initiatives, alokasi belanja modal untuk pengembangan bisnis rendah emisi perusahaan minyak dan gas pelat merah itu mencapai sekitar US$145 miliar sepanjang 2022 hingga 2060.
Perinciannya, anggaran US$10 miliar disiapkan untuk pengembangan biofuel, US$55 miliar untuk energi baru dan terbarukan, US$25 miliar dialokasikan untuk pengembangan CCS/CCUS, US$5 miliar dialihkan untuk investasi baterai dan kendaraan listrik, dan sisanya US$50 miliar untuk masuk pada bisnis hidrogen. Pertamina juga turut berencana masuk pada bisnis karbon pada 2030 mendatang.
“Kami sudah menargetkan untuk meningkatkan bauran energi di Pertamina dari 1 persen tahun lalu menjadi 17 persen pada 2030, termasuk porsi gas dari 3 persen bisa jadi 9 persen pada periode yang sama,” tuturnya.
Di sisi lain, dia menargetkan porsi energi fosil pada bisnis Pertamina dapat turun drastis lewat inisiatif tersebut. Dari saat ini porsi energi fosil sebesar 96 persen, kata dia, dapat turun ke angka 64 persen pada 2030 mendatang.
Adapun, Pertamina menargetkan pendapatan perseroan berada di kisaran US$30 miliar hingga US$40 miliar setiap tahunnya lewat inisiatif bisnis rendah emisi tersebut. Di sisi lain, Pertamina diharapkan dapat mengambil porsi 2 persen dari kontribusi penurunan emisi nasional pada 2060 nanti.