Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bias Industri Sawit RI di Uni Eropa, Butuh Rumusan Kebijakan Baru?

Uni Eropa kerap melakukan kampanye negatif produk sawit Indonesia, meskipun Uni Eropa masih membutuhkan minyak sawit Indonesia.
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets

Bisnis.com, NUSA DUA— Industri sawit Indonesia sering kali diisukan mendapat diskriminasi dari Uni Eropa karena dinilai sebagai komoditas yang tidak ramah lingkungan. 

Meski begitu, Uni Eropa masih akan tetap membutuhkan CPO asal Indonesia untuk keperluan industri blok dagang itu terkait dengan barang konsumsi, kosmetik, makanan, biodiesel hingga bahan baku biofuel.

Regional Economist Segi Enam Advisors Singapura Khor Yu Leng, Regional Economist, menilai pasar Uni Eropa (UE) selama ini memang bias dalam penerimaan minyak sawit. Menurutnya, saatnya Indonesia perlu merumuskan strategi dan kebijakan dalam pengelolaan minyak nabati untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi di tingkat global.

“Dalam tingkat teknis, para pemangku kepentingan harus bisa merumuskan rencana aksi masing-masing stakeholder dalam rangka peningkatan produktivitas, jaminan pemenuhan kebutuhan global, dan penguatan rantai pasok minyak nabati,” kata  Ekonom Singapura itu, melalui topik New Landscape of Global Vegetable Oils and What Should Indonesia's Response di IPOC 2023 di Bali, Kamis (3/11/2022).

Dia sepakat bahwa Indonesia harus menjadi motor penggerak untuk mendorong pengembangan minyak nabati secara berkelanjutan, baik di tingkat domestik maupun global. Keberhasilan itu akan meningkatkan aktualisasi serta peran Indonesia untuk mendorong peran aktif negara-negara G20 dalam menyelesaikan tantangan pengembangan minyak nabati dunia.

Pemangku kepentingan, kata Khor Yu Leng harus menjadikan momentun G20 sebagai batu lompatan bagi Indonesia untuk terus terlibat dan berperan aktif dalam diskusi dan aksi global dalam menyelesaikan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi masyarakat dunia.

“Ini karena forum G20 akan memberikan dampak positif dalam menggerakkan perekonomian Indonesia untuk mampu terus menyuplai kebutuhan pangan dan energi di tingkat global di tengah adanya disrupsi rantai pasokan minyak nabati, akibat pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina,” kata Khor Yu Leng.

Menurutnya, hal itu terlihat dari konsistensi permintaan pasar minyak nabati, termasuk dari negara-negara yang sedang berupaya membatasi impor minyak kelapa sawit, yang diimbangi oleh ketersediaan pasokan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper