Bisnis.com, BADUNG— Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas yang diklaim dapat bertahan dari ancaman resesi hingga tingginya angka inflasi.
Belakangan ini resesi menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian berbagai kalangan industri. Presiden Joko Widodo sebelumnya juga sempat menyampaikan agar berhati-hati terhadap risiko penurunan ekonomi secara global pada tahun depan.
Menanggapi hal tersebut, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) menyatakan siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya krisis global tahun depan. Ketua Bidang Perpajakan dan Fiskal GAPKI Bambang Aria Wisena mengatakan bahwa industri sawit menjadi sektor yang paling kuat.
“Sawit memiliki kontribusi besar. Industri sawit telah berkontribusi Rp500 triliun untuk pemasukan negara setiap tahunnya. Selain itu, komoditas ini memberikan lapangan kerja bagi sekitar 16 juta orang,” katanya dalam konferensi pers di sela-sela acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2022 di Bali Kamis (3/11/2022).
Dia menyebut, saat ini juga telah mendapatkan respon positif dari pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang membantu pemulihan, khususnya di industri sawit. Dengan harapan, kuatnya kebijakan pemerintah juga dapat membantu merebut pasar sawit dari produsen sawit lain, seperti India, Pakistan, dan Malaysia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, industri sawit tidak mengenal krisis lantaran komoditas sawit menjadi industri primer yang menghasilkan pangan serta produk lain, seperti energi dan produk turunan lainnya.
Baca Juga
Dia menyebut, industri sawit dapat melewati krisis ekonomi sebelumnya. Kemudian, saat ini mempu menyumbang hingga US$35 miliar serta menyerap tenaga kerja. Meski begitu, menurutnya industri sawit masih membutuhkan fokus perhatian yang lebih besar dari pemerintah, terutama soal regulasi.
Salah satu contohnya, kebijakan larangan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO yang dilakukan beberapa waktu lalu dinilai merugikan industri sawit nasional dan justru menguntungkan produsen sawit negara tetangga. Oleh karena itu, lanjut Hariyadi, dia berharap agar GAPKI lebih keras menyuarakan kondisi yang sebenarnya kepada pemerintah. Langkah ini sebagai upaya agar ke depannya industri sawit tidak lagi termarjinalkan.