Bisnis.com, JAKARTA- Permintaan industri internet of things (IoT) di Tanah Air terhadap semikonduktor atau cip diproyeksi tumbuh 11 persen secara tahunan (year on year/yoy) sepanjang 2022.
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (Asioti) Teguh Prasetya memperkirakan total semikonduktor yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan industri sekitar 41 juta unit. Terdiri atas, ponsel pintar 30 juta, perangkat smarthome 10 juta, serta smart building, dan smart industry 1 juta.
Menurut Teguh, proyeksi pertumbuhan tersebut didorong oleh naiknya permintaan pada tiap subsektor tersebut. Dia menerangkan permintaan konsumen terhadap perangkat ponsel pintar diperkirakan tumbuh sekitar 8 persen tahun ini.
Sementara itu, permintaan untuk perangkat smarthome seperti CCTV masih sesuai dengan tren pertumbuhan, yakni sebanyak 10 juta/tahun.
"Kalau untuk sektor industri, kebutuhan terhadap perangkat IoT lebih tinggi untuk smart building dibandingkan dengan smart manufacturing," kata Teguh kepada Bisnis, Senin (31/10/2022).
Sepanjang periode 2020-2025, Teguh mengatakan permintaan terhadap perangkat IoT di Indonesia tumbuh rata-rata di kisaran 15 persen per tahun. Pada 2020, realisasinya hanya 13 persen karena pandemi Covid-19, dan naik jadi 15 persen tahun berikutnya.
Tahun ini, diperkirakan permintaan terhadap perangkat IoT di Indonesia kembali tumbuh paling sedikit di kisaran 15 persen.
Tren permintaan terhadap perangkat IoT di Indonesia seperti dijelaskan Teguh tersebut di atas sejalan dengan proyeksi World Semiconductor Trade Statistic (WSTS) terkait dengan penjualan cip global.
Mengutip WSTS, penjualan cip diperkirakan naik secara menyeluruh di pasar global. Penjualan di kawasan Asia Pasifik sendiri diperkirakan naik 10,5 persen yoy. Sementara itu, kawasan Benua America, Jepang 14,2 persen, dan Eropa 14 persen.
Menurut Teguh, industri IoT tidak terlalu terdampak oleh krisis cip. Sebab, kebutuhan industri IoT terhadap cip hanya sekitar 10 persen dari seluruh kebutuhan sektor yang memerlukan semikonduktor.
Bahkan, tensi politik antara China dan Taiwan yang merupakan salah satu negara produsen cip terbesar dinilai tidak berpengaruh terhadap stok. Konflik kedua negara, ungkap Teguh, hanya akan menggangu waktu pengiriman yang terlambat.