Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah serius merampungkan regulasi pajak ekspor komoditas hasil olahan bijih nikel, seperti nikel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi), yang ditargetkan rampung tahun ini.
Regulasi pungutan ekspor dua komoditas olahan awal nikel itu diharapkan dapat mengamankan nilai tambah hilirisasi komoditas itu berlanjut di dalam negeri.
“Karena feronikel ini nilai tambah ke kita kecil dan pakai juga sumber ore nikel yang berkadar tinggi di atas 1,57 persen,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Arifin mengatakan, kementeriannya tengah mendorong pengolahan lanjutan dari NPI dan FeNi untuk dapat berlanjut hingga menghasilkan komponen bahan baku katoda hingga baterai sel. Dia berharap pungutan ekspor NPI dan FeNi dapat memastikan pasokan untuk industri hilir optimal mendatang.
“Ini sekarang bisa diproses dengan proses high pressure acid leaching [HPAL] untuk menghasilkan nickel hydroxide product [NHP] itu yang harus kita upayakan karena nilai tambah harus bergulir,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menargetkan pembahasan ihwal pungutan ekspor NPI dan FeNi itu dapat diselesaikan pada tahun ini.
Baca Juga
Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves Tubagus Nugraha mengatakan, saat ini regulasi itu tengah dimatangkan di tingkat kementerian dan lembaga. Tubagus berharap kebijakan itu dapat mendorong investasi lebih lanjut untuk pembentukan industri hilir nikel di dalam negeri.
“Masih pembahasan, tahun ini harusnya sudah bisa diselesaikan. Kami lagi bahas dengan teman-teman kementerian lembaga untuk menentukan lebih baik,” kata Tubagus.
Dia mengataka, produk NPI yang sebagian besar diekspor saat ini masih bersifat barang setengah jadi atau intermediate product. Limpahan ekspor itu terjadi lantaran belum siapnya industri yang lebih hilir untuk menampung pemurnian nikel dari smelter saat ini.
“Harapannya sekarang sudah ada teknologi konversi dari NPI ke FeNi dikonversi jadi matte nikel kelas satu bisa diubah menjadi nikel sulfat, kobalt, prekursor, hingga katoda baterai, segala macam,” kata dia.
Adapun, industri tambang nikel terpaksa langsung mengekspor olahan bijih nikel hasil pemurnian awal lantaran belum terciptanya industri perantara dan hilir yang kuat untuk menyerap komoditas setengah jadi tersebut. Konsekuensinya nilai tambah olahan nikel dari sejumlah pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter justru lari ke luar negeri.
CEO Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus mengatakan, situasi itu terjadi lantaran belum siapnya industri anoda domestik untuk melanjutkan serapan turunan dari mix hydroxide precipitate (MHP), seperti nikel sulfat (NiSO4) dan cobalt sulfat (CoSO4).
“MHP kita masih ekspor karena kita belum olah di dalam negeri sampai ke sulfat, ke packing menjadi sel, itu masih tahap satu setelah bijih nikel, karena siapa yang mau beli?” kata Alex saat ditemui di Jakarta Convention Center, Rabu (12/10/2022).
Kawasan industri IMIP yang melingkupi luasan tambang nikel mencapai 43.000 hektare itu sudah memproduksi nickel pig iron (NPI) sebesar 3,63 juta metrik ton per tahun. Selain itu, kawasan industri IMIP juga memproduksi katoda mencapai 195.000 per metrik ton per tahun dari tiga industri.