Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) melaporkan jumlah orang yang terancam kelaparan pada 2021 mencapai 828 juta orang dan diprediksi akan terus bertambah pada tahun ini.
Dalam situasi global saat ini, FAO memproyeksikan sepanjang Oktober 2022 hingga Januari 2023 kerawanan pangan tingkat akut secara global akan terus meningkat.
Sekitar 970.000 orang diperkirakan hidup dalam kondisi kelaparan terutama di 5 negara, Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan, dan Yaman. Angka tersebut 10 kali lebih banyak dari 6 tahun lalu ketika hanya dua negara yang masyarakatnya menghadapi kondisi serupa.
FAO menyebut harga pangan telah melonjak ke rekor tertinggi pada tahun ini. Harga pupuk menjadi terlalu mahal bagi banyak petani dan jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan terus meningkat. Menurut FAO, yang paling terpukul dari kondisi tersebut adalah masyarakat yang paling miskin.
Saat ini sekitar 3,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak mampu membeli makanan yang layak dan sehat. Kondisi ini semakin parah, terlihat dari jumlah orang yang menghadapi kelaparan pada 2019 sebanyak 678 juta orang, sedangkan pada 2021 mencapai 828 juta orang atau meningkat 150 juta orang dalam 2 tahun.
"Kenaikan harga pangan mempengaruhi kita semua, tetapi dampaknya paling dirasakan oleh mereka yang rentan dan oleh negara-negara yang sudah mengalami krisis pangan," kata Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal dalam keterangan resmi dikutip, Minggu (16/10/2022).
Sementara itu, masyarakat yang menghadapi kerawanan pangan juga turut meningkat lebih dari 60 juta jiwa sejak 2019 hingga 2021. Akibatnya bila dibiarkan, ratusan juta orang tersebut hanya memiliki sedikit makanan sehingga mereka akan mengalami kekurangan gizi parah, berisiko meninggal atau bahkakn sudah menghadapi kelaparan dan kematian.
“Hanya dalam dua tahun, jumlah orang yang rawan pangan telah meningkat dari 135 juta [2019] menjadi 193 juta [2021], dan 2022 kemungkinan akan terbukti lebih buruk,” tulis FAO.
Lebih lanjut Aryal menekankan sektor pertanian, termasuk nelayan, perlu adanya intervensi kemanusiaan. Dia menilai perlu ada perubahan sistem pertanian-pangan agar menjadi lebih efisien, lebih inklusif, lebih tangguh, dan lebih berkelanjutan untuk produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik untuk semua.
“Pertanian adalah salah satu intervensi kemanusiaan yang paling hemat biaya," ujarnya.
Untuk meningkatkan ketahanan pangan, Ketua G20 Pertanian Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong setiap negara untuk membuka jalur pangan secara terbuka.
“Bagaimanapun juga, pangan adalah kebutuhan bersama dan bisa menjadi solusi dalam meregangkan ketegangan geopolitik dunia,” kata Mentan Syahrul.